MOMENTUM, Liwa--Polemik penarikan retribusi Pasar Tematik Wisata Jelajah Danau Ranau di Pekon/Desa Lumbok, Kecamatan Lumbok Seminung, Kabupaten Lampung Barat (Lambar) menuai kritik dari berbagai kalangan.
Pemkab Lambar yang mendahulukan perubahan perbup ketimbang peraturan daerah (Perda) terkait retribusi di destinasi wisata yang belum diresmikan itu.
Kritik mengenai hal itu dilontarkan oleh salah satu politukus senior Lambar yang juga merupakan mantan anggota DPRD Lambar, Ulul Azmi Soltiyansya.
Ulul Azmi Soltiyansya menilai retribusi menyangkut masyarakat ramai, salah satunya uang masyarakat yang dipungut saat berkunjung.
Uang masyarakat saat berkunjung ke destinasi wisata yang dibangun bersumber APBD atau APBN yang nota benenya uang rakyat juga perlu perlindungan hukum.
Karenanya, soal retribusi itu, sejatinya Perda yang dikaji secara menyeluruh, lengkap, dan mencakup banyak aspek.
''Kalau retribusi bukan perbup tapi perda yang dikaji secara Komprehensif dengan dewan (DPRD Lampung Barat) sebab menyangkut rakyat banyak,'' kata Ulul.
Akan tetapi, jika persoalan itu khusus untuk aparatur sipil negara (ASN) atau pejabat di lingkungan pemkab saja, Ulul sepakat jika memang mendesak mengubah perbup.
''Tapi kalau khusus untuk ASN atau pejabat lingkungan pemkab bisa saja pakai perbup," katanya.
Menurut Ulil, kebijakan hukum tidak hanya berdasarkan teori atau asumsi, melainkan juga berdasarkan fakta yang teramati, termasuk kehidupan sosial, dan dapat diverifikasi atau kebijakan sosiologi empiris.
''Jadi hukum itu mengedepankan kebijakan sosiologi dan empiris sehingga berlaku dan mengikat setelah diundangkan. Kami sebagai rakyat, abang minta pemerintah menjalankan regulasi," katanya lagi.
Seperti diketahui, pengunjung Pasar Tematik Wisata Jelajah Danau Ranau sejauh ini, utamanya saat libur lebaran idul Fitri 2025, H+1 hingga H+7 telah dipungut retribusi.
Besaran retribusi juga sempat berubah, Rp5 ribu untuk kendaraan roda dua atau motor dan Rp20 ribu untuk mobil. Kemudian berubah menjadi Rp5 ribu per pengunjung.
Ternyata tidak hanya via darat, kendaraan via air juga ditarik retribusi, yakni kapal motor saat sandar.
Pemungutan retribusi itu lantas menjadi perhatian. Selain proyek yang menelan anggaran Rp70 miliar itu masih dalam masa perawatan, juga tak tercantum dalam perda.
Jika merujuk Perda Nomor 1 tahun 2024 berdasarkan retribusi masuk kawasan Seminung Lumbok Resort Rp3 ribu untuk orang dewasa.
Sementara yang di tarik pasar tematik wisata Jelajah Danau Ranau Rp5 ribu.
Anggota DPRD Lampung Barat, Herpin, dan LSM Front Rakyat Lampung Barat, Anton Sabara Maas, menyebut jika kegiatan memungut retribusi di Pasar Tematik Wisata Jelajah Danau Ranau itu masuk kategori pungutan liar atau pungli.
Terbaru, Bapenda Lampung Barat dan UPT Sarana dan prasarana Disporapar setempat dengan tegas menyebut Pasar Tematik Wisata Jelajah Danau sejauh ini belum tercatat sebagai objek Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Objek PAD adalah Seminung Lombok Resort atau Hotel Lumbok yang dikelola UPT di bawah Disporapar. Tahun 2025, target PAD objek yang juga disebut Hotel Seminung Lumbok Resort itu Rp54 juta.
Sementara Pasar Tematik Wisata Jelajah Danau di bawah Diskoperindag dan dikelola (Sementara) oleh Pokdarwis.
Meski telah menarik retribusi, uang hasil penarikan retribusi itu hingga kini belum diketahui. Namun ada wacana bakal dimasukkan ke PAD includ dengan PAD Hotel Seminung Lumbok Kecamatan.
Namun, per 1 Mei 2025 Perbup (Lantaran tak ada di Perda) yang mengatur uang hasil pengelolaan pasar tematik wisata sejauh ini dimasukkan ke PAD Hotel Seminung Lumbok belum ditandatangani bupati alias belum terbit. (**)
Editor: Agus Setyawan