Harianmomentum--Kiprah FPI kontroversial dengan aksi-aksi sweeping yang berdalih
penertiban sosial dengan dibumbui isu agama. Aksi
FPI juga sering disertai dengan kekerasan dan bentrokan massa.
Salah
satu aksi yang memicu perhatian luas adalah penyerangan terhadap Aliansi
Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKBB) di Silang Monas
pada 1 Juni 2008. Aksi
itu menuai kecaman, termasuk dari Presiden SBY yang menyatakan negara tidak
akan kalah dengan perilaku kekerasan.
Perilaku
FPI ini menimbulkan keresahan sosial, mencoreng martabat penegakan hukum dan mendistorsi
pemahaman masyarakat seolah-olah menegakan Islam identik dengan kekerasan.Hal
ini memicu tuntutan masyarakat tentang pembubaran FPI sebagai ormas radikal
yang mengganggu ketentraman di dalam masyarakat.
Pamor
FPI sempat naik kembali memanfaatkan isu penistaan agama yang menyeret Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok.Peranan Habib Rizieq sebagai pimpinan FPI dalam
Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (GNPF-MUI) menyeret FPI kembali dalam “Aksi
Bela Islam” yang beberapa kali digelar di Jakarta dan sejumlah daerah.
Para
pimpinan FPI memanfaatkan momentum dalam panggung isu anti penistaan agama
untuk membangun popularitas dan dukungan publik. Meski pada akhirnya sejumlah pimpinan FPI,
termasuk Habib Rizieq harus berhadapan dengan sejumlah permasalahan hukum seperti
tudingan penistaan Pancasila hingga kasus chat mesum, namun harus diakui bahwa
pamor Habib Rizieq dan FPI telah terkerek berkat momentum aksi-aksi anti
penistaan agama.
Jika
FPI sering diidentik dengan kekerasan, HTI relative moderat dalam melancarkan
aksinya.Rally jalanan, konferensi, diskusi, dan propaganda media sosial menjadi
strategi HTI mengkampanyekan pandangan politiknya, terutama Kekhalifahan.Propaganda
HTI juga secara intens menyerangkredibilitas sistem kenegaraan yang berlaku di Indonesia
dan menyebarluaskan sentiment anti Barat.
HTI
tampak lebih intens dalam isu politik dan menggalang dukungan publik. Karena
itu, tidak mengherankan jika HTI mampu memobilisasi ribuan massa dalam
aksi-aksinya dan memiliki political
confidency untuk menantang secara terbuka ideologi negara dan kekuasaan
otoritatif dengan konsep-konsep alternatif yang menjadi pedoman politik HTI
sebagai bagian dari partai politik internasional.
Ancaman Potensial
Sejak
awal keberadaan FPI telah menimbulkan kontroversi.Meski secara resmi FPI
menyatakan berdiri pada tanggal 17 Agustus 1998, namun berbagai sumber
mengatakan bahwa para aktivis yang mendirikan FPI telah intens dalam berbagai
kegiatan keagamaan yang dianggap ancaman sejak masa Orde Baru.
Habib
Idrus Jamalullail dan KH.Cecep Bustomi yang ikut membidani FPI pernah ditahan
oleh Orde Baru pada era 1980-an.Bahkan, aktivis FPI disinyalir terlibat dalam sejumlah
peristiwa kekerasan seperti kerusuhan Ketapang tahun 1998, bentrokan Pam
Swakarsa dengan masyarakat yang menolak pengangkatan BJ.Habibie sebagai
Presiden menggantikan Soeharto pada SI MPR November 1998.Keterlibatan FPI dalam
Pam Swakarsa sendiri ditengarai akibat hubungan sejumlah elit FPI dengan
petinggi militer dan kepolisian yang mendukung BJ.Habibie dan menentang Sidang
Umum MPR 1999 yang menolak pertanggungjawaban BJ.Habibie.
Pertalian
kekerasan dan kepentingan politik tampaknya selalu melekat dalam gerakan FPI. Secara aktif FPI merespon isu-isu yang
disertai dengan mobilisasi massa seperti persoalan isu pornografi, Ahmadiyah,
hingga persoalan hiburan malam dan perjudian.
Meski
mendalihkan bahwa gerakannya berangkat dari keterpinggiran umat Islam, namun
sulit untuk dikonfirmasi secara empiris segmentasi umat Islam yang dimaksud
sebagai obyek advokasi politik FPI itu sendiri.
FPI
secara terbuka juga menyatakan sikap politiknya mendukung kembali Piagam
Jakarta untuk memperjuangkan aspirasi umat.Sebagai entitas politik, aksi FPI
tampaknya lebih banyak dipengaruhi dengan dinamika kekuatan politik di luar FPI
dibanding dorongan dari dalam organisasi.Selain itu, kiprah politik FPI kerap
tenggelam karena aksi kekerasan yang lebih mendominasi pemberitaan FPI.
Sepak
terjang ini menempatkan FPI seperti halnya organisasi massa yang menjadi
ancaman bagi keamanan dan stabilitas sosial.
Kisah FPI ini mengingatkan pada sejumlah studi yang meneliti organized crime yang memiliki hubungan
dengan penguasa politik di beberapa negara.
Keberadaan
kelompok Mafia kerap dihubungkan dengan para politisi di Italia maupun Amerika
Serikat.Kartel sulit dihancurkan karena memiliki koneksitas dalam kekuasaan
politik di Kolombia dan Meksiko.Relasi mutualisme dalam patronase politik
antara organized crime dengan para politisi
membuat penegakan hukum menjadi tidak efektif karena akan menghadapi campur
tangan kekuasaan politik.
Studi
tersebut menunjukan situasi yang menjelaskan tantangan sulitnya membubarkan FPI
di Indonesia.
Sementara
itu, HTI di lapangan lebih soft
dengan kemasan politik damai dan dakwah.HTI berkembang di Indonesiaawal 1980-an
melalui dakwah pada kelompok terdidik di kampus.
Dengan
dakwahHTI dapat menyamarkan wataknya sebagai partai politik yang mengejar
kekuasaan politik.Tidak heran jika banyak masyarakat terkecoh seolah HTI
merupakan sekte sosial atau sekte keagamaan.
HTI
merupakan gerakan internasional dan cabang dari Hizbut Tahrir (HT) atau Liberation Party (Partai Pembebasan)
yang dideklarasikan oleh Taqiyuddin al-Nabhani pada tahun 1953.HT banyak
dimusuhi diberbagai negara setelah berulang kaliterlibat dalam kudetayang dapat
digagalkan seperti Yordania tahun 1969, Mesir, Iraq, Sudan, Tunisia, dan
Aljazair tahun 1973 untuk mendirikan pemerintahan dibawah kekhalifahan Islam
versi HT.
Untuk
membentuk Kekhalifahan global, HTI/HT mengadopsi tiga strategi, yakni pembinaan
dan pengkaderan (marhalah al-tatsqif)
untuk membentuk inti kepemimpinan; interaksi dengan umat (marhalah tafa’ul ma’a al-ummah) untuk
membangun pengikut loyal; dan pengambilalihan kekuasaan (marhalah istilam al-hukm) untuk merubah pemerintahan.HT/HTI secara
selektif menyasar kelompok masyarakat tertentu sebagai basis rekrutmen politik.
Gerakan
politik HT di sejumlah negara menunjukan bagaimana HT menjadikan para pegawai pemerintahan
sebagai target rekrutmen dan menanam pengaruh politik. Pemerintah Pakistan mencurigai HT menyusupi militer
antara tahun 2003-2013 untuk merekrut anggota guna mendukung konsep
pemerintahan Khilafah dan menggulingkan pemerintahan.Pengadilan militer
menjatuhkan divonis 18 bulan-5 tahun penjara bagi perwira militer Pakistan yang
terbukti menjadi anggota HT.
Pemerintahan
Pervez Musharraf sendiri melarang HT di Pakistan pada tahun 2003 dan menyeret
ke pengadilan pimpinan HT.
Setidaknya
13 negara mayoritas muslim telah menyatakan HT sebagai organisasi terlarang dan
membekukan kegiatannya seperti Mesir, Jordania, Saudi Arabia, Turki, Uzbekistan,
dan Bangladesh. Pemerintah Bangladesh melarang
HT dan menangkapi aktivis HT karena terlibat pembunuhan blogger yang dianggap
mendukung sekulerisme dan pro Barat.
Pemerintah
China dan Russia juga melarang aktivitas HT di negaranya.Tahun 2015, pemerintah
Malaysia menangkap pimpinan HT Malaysia, Abdul Hakim Othman setelah menggelar
aksi protes anti Amerika Serikat di Malaysia.
Negara Bagian Selangor, Malaysia menyatakan bahwa HT sebagai organisasi
terlarang dan yang mengikutinya akan berhadapan dengan hukum yang berlaku.
Pemerintah
Australia juga melarang HT karena dianggap menyebarluaskan paham kekerasan.Sejumlah
aksi penembakan dan penyanderaan diduga kuat melibatkan orang-orang yang
intensdalam diskusi HT.
Pada
Oktober 2015, anak usia 15 tahun yang sebelumnya aktif dalam diskusi HT telah terlibat
dalam penembakan dan pembunuhan penegak hukum di Parramatta, Australia. Sebelumnya, warga Australia kelahiran Iran,
Haron Monis, terlibat dalam penyanderaan belasan warga di Café Lindt Chocolate,
Sydney, yang mengakibatkan tewasnya dua sandera dan pelakunya pada Desember
2014.
Intelejen
Inggris juga berhasil mengungkap kaitan HT dengan Omar Sharif pelaku pengeboman
Tel Aviv Bar tahun 2003 setelah ditemukannya buku-buku HT di rumahnya. Begitupula dengan Jihadi John, anggota ISIS
asal Inggris yang sebelumnya aktif mengunjungi diskusi HT saat kuliah.
Meski
HT menyatakan carapolitik damai untuk meraih tujuannya, namun berbagai
percobaan kudeta dan ditemukannya keterkaitan antara para pelaku teror dengan
HT membuat sulit untuk menghindari fakta bahwa kegiatan HT telah memicu
terjadinya radikalisasi dan kekerasan.
Hal ini mengafirmasi pernyataan Zeyno Baran dari Hudson Institute bahwa HT
sebagai “conveyor belt for terrorist”.
Organisasi
Terlarang
Keberadaan
FPI dan HTI telah menimbulkan ancaman potensial bagi kepentingan nasional
Indonesia, baik karena ajaran maupun gerakan politiknya.Karena itu perlu
tindakan tegas pemerintah terhadap kedua organisasi ini.UU No. 17 Tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan, dimana pasal 59 menyatakan bahwa Ormas
dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras dan golongan,
serta larangan melakukan tindakan kekerasan yang mengganggu ketertiban umum,
termasuk perusakan.
UU
Ormas ini juga mengatur sangsi dari mulai peringatan administratif tertulis
hingga pembubaran sebagaimana diatur dalam pasal 60 hingga pasal 82. Secara bertahap sangsi meliputi sangsi
administratif, penghentian dana bantuan, pelarangan kegiatan, hingga pencabutan
badan status badan hukum setelah mendapat persetujuan pengadilan.
Mekanisme
dalam UU Ormas No. 17 tahun 2013 memang rumit, baik tahapan maupun koordinasi
antar instansi yang melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan, Mahkamah
Agung, Kemenkumham, dan proses peradilan.
Namun,
hukum harus ditegakansecara efektif agar terjadi efek jera bagi Ormas pelaku pelanggaran
hukum.Kelemahan dalam UU Ormas yang kini hendak direvisi tidak boleh menjadi
penghalang bagi pemerintah untuk melakukan tindakan melindungi masyarakat dari
ancaman yang timbul dari ormas-ormas pelaku kejahatan.
Jika
diperlukan pemerintah dapat menerbitkan kebijakan baru untuk mengatur penegakan
hukum terhadap kelompok yang melakukan pelanggaran hukum sebagai kegiatan
terorganisir dalam pengertian konsep organized
crime yang lazim digunakan oleh negara dalam melawan bentuk kejahatan
modern.
Sementara
itu, keberadaan HTI perlu ditegaskan dalam sistem hukum yang berlaku di
Indonesia.UU parpol tidak mengenal cabang partai asing yang boleh didirikan dan
beroperasi di wilayah hukum Indonesia.
HTI
juga tidak masuk dalam kategori Ormas yang dikenal dalam UU Ormas di
Indonesia. Karena itu, tidak ada
landasan yuridis bagi eksistensi HTI di Indonesia dan dengan demikian dapat
dinyatakan sebagai Organisasi Tanpa Bentuk yang menjalankan kepentingan asing
dan menyebarluaskan paham politik yang bertentangan dengan ideologi negara dan
konstitusi yang berlaku di Indonesia.
Pernyataan
terang-terangan HTI sebagai parpol cabang HT yang dioperasikan dari Inggris
untuk mendirikan kekhalifahan di Indonesia jelas merupakan agresi terhadap
kedaulatan Indonesia dan dapat dimaknai sebagai kegiatan subversif terhadap
negara yang bertentangan dengan hukum.
Pemerintah
tidak perlu raguakan dasar hukum untuk menyatakan HTI sebagai organisasi
terlarang dan menyatakan ajarannya sebagai ajaran terlarang yang pengikut dan
penyebarluasan ajaran dapat dikenakan tuntutan di muka hukum.
Cepat
atau lambat, HTI berpotensi menjadi masalah faktual di masyarakat sebagaimana
ditunjukan dalam pengalaman berbagai negara, baik karena aksi kekerasan yang
diimplikasikan dari kegiatan kampanyenya ataupun karena penyusupan di dalam
pemerintahan untuk mendukung peluang melakukan kudeta guna menerapakan sistem
kekhalifahan.
Saat
ini HTI mungkin masih dalam gerakan moderat, tapi jika HTI berhasil menggalang
dukungan publik luas dan merekrut kader potensial dalam pemerintahan maka sikap
moderat dapat dengan mudah menjadi bentuk ekstrim yang membahayakan eksistensi
NKRI. (***)
Editor: Harian Momentum