Soal Teropong Bintang, Akademisi UBL: Langkah Gubernur Sangat Tepat

img
Akademisi Universitas Bandarlampung Rifandy Ritonga.

MOMENTUM, Bandarlampung--Akademisi Universitas Bandarlampung (UBL) Rifandy Ritonga menilai langkah Gubernur Arinal Djunaidi dalam menghentikan proyek teropong bintang sangat tepat.

Rifandy menilai apa yang disampaikan gubernur para acara Diskusi Publik di Aula M Kampus Pascasarjana UBL beberapa waktu lalu merupakan hal yang benar.

"Langkah progresif yang disampaikan gubernur saat diskusi kemarin patut diapresiasi. Seorang pemimpin harus berfikir jauh sebelum bertindak," kata Rifandy, Selasa (28-1-2020).

Dia juga menyayangkan adanya sejumlah pihak, termasuk akademisi yang justru mendukung proyek tersebut dilanjutkan. Alasannya, biaya yang anggarkan untuk pembangunan sejak 2017 telah mencapai puluhan miliar.

Menurut dia, yang perlu menjadi sorotan bukanlah biaya. Tetapi lokasi pembangunan proyek tersebut, yang merupakan hutan konservasi. Tepatnya di Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman.

Sehingga, wajar jika gubernur mengambil langkah untuk menghentikan proyek pembangunan tersebut, karena dapat merugikan dan membahayakan masyarakat sekitar.

"Bukan hanya melihat untungnya saja, namun ruginya juga layak menjadi perhitungan yang matang. Apalagi hal kebijakan tersebut berkaitan dengan keselamatan masyarakat, kepentingan rakyat jangka panjang," jelasnya.

Ritonga -sapaan akrabnya- menilai seorang akademisi itu harus mampu menjabarkan permasalahan secara komprehensif melalui banyak sudut pandang keilmuan. 

Tidak bisa hanya berdasarkan satu pegangan regulasi saja, namun harus terseistematis berhirarki dan runtut untuk dapat menyimpulkan masalah benar atau tidak. Sehingga segala suatu kebijakan itu tidak cacat secara yuridis pada akhirnya.

"Kalau kita melihat kembali ke belakang, pembangunan Lampung astronomical observatory (LOA) ini adalah implementasi dari Nota Kesepakatan Bersama (NKB) dan Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Pemprov, Itera, dan ITB," jelasnyanya.

Dia menjelaskan perjanjian itu tentang Pengembangan Pusat Unggulan Stategis Dalam Bidang Penelitian, Pendidikan Ilmiah, Konservasi, Pariwisata dan Sosial Ekonomi di Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman, ditandatangani pada periode Gubernur sebelumnya. 

"Jika kita baca secara kasat mata judul dari NKB dan PKS saya pribadi sebagai masyarakt Lampung sangat mendukung langkah tersebut. Apalagi hal ini digadang-gadang akan menjadi Teropong Bintang terbaik Se-Asia Tenggara tentu hal ini akan berdampak positif bagi Lampung," terangnya.

Meski demikian, dia menyatakan pelaksanaan pembangunan teropong bintang itu terkesan tergesa-gesa, tanpa adanya kajian mendalam.

"Apa artinya semua itu jika proses pelaksanaan pembangunan ini prematur dan terlalu tegesah-gesah. Hipotesis saya berdasarkan persoalan ini terjadi cacat embrio pada atas implementasi pembangunan LOA ini. ada beberapa yang menjadi catatan saya," jelasnya.

Pertama, dalam ruang lingkup NKB dan PKS tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan Taman Hutan Raya sebagai salah satu kawasan pelestarian alam. Seperti yang diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam/KSA dan Kawasan Pelestarian Alam Alam/KPA Junto PP 108 Tahun 2015, Pasal 1 butir 10.

Kedua, dalam lingkup PKS, tidak termasuk kerja sama yang diatur dalam pertauran menteri kehutanan nomor P.85/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Kerjasama Penyelengaraan KSA dan KPA, Junto Permenhut Nomor P.44/MENLHK/Setjen/Kum.1/6/2017 Pasal 6 dan Pasal 13. 

Ketiga, Tata Cara Kerjasama berdasarkan analisis yang mengacu pada P.85/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Kerja Sama Penyelengaraan KSA dan KPA, junto Permenhut No.P.44/MENLHK/Setjen/Kum.1/6/2017, Pasal 24.

"Dari tiga catatan analisis peraturan tersebut, saya katakan kembali sangatlah tepat Gubernur mengambil langkah strategis yang terbaik. Hipotesis saya mengatakan NKB dan PKS cacat yuridis, namun perlu diingatkan kembali sebaiknya hal ini dikoordinasikan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk diambil langkah, yang nantinya akan menjadi policy dalam bentuk regulasi, untuk mencegah terjadinya bias," jelas Ketua Pusat Studi Konstitusi dan Perundang-undangan UBL tersebut.






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos