MOMENTUM, Bandarlampung--Penghentian pembangunan Teropong Bintang atau observatorium astromical di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Wan Abdul Rachman dinilai tepat.
Selain berada di hutan konservasi, pembangunan teropong bintang tersebut juga ternyata cacat yuridisi atau secara hukum.
Hal itu berdasarkan Nota Dinas Kehutanan Provinsi Lampung nomor 522/3070/V.23/T.2/2019 yang ditujukan kepada Gubernur Arinal Djunaidi tertanggal 12 Agustus 2019 tentang penyampaian hasil rapat tim evaluasi Pembangunan Teropong Bintang.
Ada tiga poin utama dalam nota dinas tersebut. Pertama, rapat tim evaluasi dimaksudkan menindaklanjuti Surat Keputusan Gubernur Lampung nomor G/512/V.23/HK/2019 tanggal 19 Juli, tentang pembentukan Tim Evaluasi Nota Kesepakatan Bersama (NKB) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pengembangan Pusat Unggulan Strategis dalam Bidang Penelitian dan Pendidikan Ilmiah, Konservasi, Pariwisat, Sosial ekonomi di Tahura Wan Abdul Rahman.
Kedua, hasil kajian terhadap aturan hukum, NKB dan PKS menunjukkan bahwa tata cara kerja sama antara Itera dan ITB, Dinas Kehutanan tidak mengikuti kaidah. Seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor: P.85/Menhut-II/2014 tentang tata cara kerja sama penyelenggaraan KSA (Kawasan Suaka Alam) dan KPA (Kawasan Pelestarian Alam), junto Permenhut nomor P.44/MENLHK/Setjen/Kum.1/6/2017 Pasal 24.
Kemudian, ruang lingkup NKB juga tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan Tahura sebagai salah satu KPA. Seperti yang diatur dalam PP nomor 28 yahun 201 tentang pengelolaan KSA dan KPA junto PP nomor 108 tahun 2015, Pasal 1 butir 10.
Selanjutnya, ruang lingkup PKS tidak termasuk kerja sama yang diatur dalam P.85/Menhut-II/2014 junto P.44/MENLHK/Setjen/Kum.1/6/2017 Pasal 24 pasal 6 maupun 13.
Ketiga, atas pertimbangan tersebut, Tim Evaluasi menyepakati bahwa NKB dan PKS tentang Pengembangan Pusat Unggulan Strategis dalam Bidang Penelitian dan Pendidikan Ilmiah, Konservasi, Pariwisat, Sosial ekonomi di Tahura Wan Abdul Rahman termasuk cacat yuridis.
Sehingga, Tim Evaluasi tersebut merekomendasikan kepada Gubernur Lampung agar pembangunan teropong bintang dihentikan dan tidak dilanjutkan.
Diketahui, Tim Evaluasi tersebut terdiri dari: Pj Sekretaris Provinsi (Sekprov) Fahrizal Darminto, Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Taufik Hidayat, Kepala Dinas Kehutanan Syaiful Bachri, Kepala Bappeda Herlina Warganegara, Kepala Penelitian dan Inovasi Daerah Prihartono G Zain, Plt Kepala DPUPR Mulyadi Irsan.
Kemudian, Kepala Dinas CKPSDA Ali Subaidi, Kepala Dinas Pariwisata Qodratul Ikhwan, Kepala DLH Intizam, Karo Hukum Zulfikar, Rektor Itera Ofyar Z Tamin, Rektor ITB Kadarsah Suryadi, Ketua Jurusan Fakultas Pertanian Unila Melya Riniati. Lalu, Pakar Implementasi Kebijakan Publik Kehutanan Bambang Soepijanto, Akademisi dan Budayan Lampung Ansori Djausal, LSM Lingkungan Edison.
Sebelumnya, Mantan Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Provinsi Lampung Syaiful Bahri mengatakan,langkah pemprov menghentikan pembangunan teropong bintang itu berdasarkan hasil kajian tim evaluasi, yang terdiri dari pihak-pihak terkait, antara lain: dinas kehutanan, Institut Teknologi Sumatera (ITERA), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang lingkungan.
"Jadi tim evaluasi ini dibentuk pada Juli 2019. Saat itu saya masih menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan," kata Syaiful pada Harianmomentum.com, Rabu (30-1-2020).
Tim tersebut, lanjut dia, bertugas melakukan kajian dan evaluasi terhadap nota kesepakatan bersama (NKB) dan Perjanjian Kerjasama (PKS) tentang pengembangan pusat unggulan strategis dan bidang penelitian dan pendidikan ilmiah, konservasi, pariwisata dan sosial ekonomi di kawasan Tahura Wan Abdul Rahman.
"Hasil kajian tim evaluasi, tidak menemukan satu pun aturan yang memperbolehkan pengembangan kawasan hutan raya untuk lokasi riset yang tidak berhubungan dengan pelestarian flora dan fauna," terangnya.
Selanjutnya, atas dasar kajian tersebut, maka pada Agustus 2019 tim evaluasi merekomendasikan kepada gubernur untuk menghentikan proyek pembangunan teropong bintang di kawasan Tahura Wan Abdul Rachman.
"Jadi langkah gubernur (menghentikan pembangunan tropong bintang) sudah benar. Itu semua berdasarkan hasil kajian tim evaluasi yang mengacu pada aturan pemerintah (kementerian lingkungan hidup dan kehutanan)," terangnya. (red)
Editor: Harian Momentum