MOMENTUM, Bandarlampung--Omnibus Law mengancam kelestarian dan berpotensi memperparah kerusakan lingkungan hidup.
Hal itu dikatakan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung Irfan Tri Musri yang menjelaskan alasan menolak rancangan Omnibus Law Cipta Kerja.
"Kenapa kami menolak, karena dalam rancangan Omnibus Law menghilangkan partisipasi masyarakat dan dalam penyusunan dokumen amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) serta menghilangkan amdal dalam persyaratan perizinan dan sebagai instrumen lingkungan," jelasnya kepada harianmomentum.com, Rabu (26-2-2020).
Selanjutnya, secara spesifik membahas lingkungan hidup ada dalam Pasal 23 RUU Cipta Kerja. Dalam rancangan tersebut juga ada poin percepatan penyediaan lahan bagi investasi perusahaan. Hal ini berpotensi meningkatnya konflik agraria di Indonesia.
Lalu terkait dengan pemusatan kewenangan yang berpotensi membuka lebar celah korupsi. Kewenangan yang ditarik ke pusat akan menciderai semangat reformasi dan otonomi daerah. Hal itu berpotensi memperlemah pengawasan investasi yang merusak lingkungan.
"Tidak kalah penting, Omnibus Law Cipta Kerja akan menghilangkan pidana bagi pemilik perusahaan perusak lingkungan dan berencana mengganti dengan sanksi admistratif atau perdata," tambah Irfan.
Dia menyebut, Omnibus law Cipta Kerja adalah karpet merah bagi korporasi dan lubang hitam bagi rakyat dan lingkungan hidup.
Proses penyusunannya saja mengabaikan partisipasi masyarakat dan staleholder maka wajar jika penolakan banyak terjadi. "Omnibus Law dibahas saja tidak layak, apalagi disahkan," tegas Direktur Walhi Lampung. (*).
Laporan: Rifat Arif.
Editor: M Furqon.
Editor: Harian Momentum