Peluang dan Tantangan RUU tentang Ibukota Negara (Omnibus Law)

img
ilustrasi.

MOMENTUM, Bandarlampung--Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Pemindahan Ibu Kota Negara (RUU IKN)  masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020. Pembentukan Omnibus Law bisa dilakukan sepanjang materinya tetap berpegang pada tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini dan kebiasaan dalam praktik. Dengan adanya peraturan tersebut, pemindahan IKN dapat segera direalisasikan.

Berkitan dengan RUU IKN  ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi pemerintah diantaranya mengenai Aspek pembiayaan pemindahan IKN. Berdasarkan perkiraan badan pembangunan nasional Bappenas kebutuhan pembiayaannya total Rp 466 triliun. Dengan biaya sebesar ini, pemindahan (IKN) akan berdampak pada meningkatnya +0,1% PDB riil nasional, hal demikian akan menyebabkan kesenjangan antar kelompok pendapatan yang dilihat dari kenaikan price of capital dan price of labor. Kendatipun demikian, kesenjangan ini dapat diminmalisir dengan adanya upaya perdagangan antar wilayah di Indonesia yang akan mendorong investasi di provinsi IKN baru dan provinsi sekitarnya. Hal ini akan sesuai dengan prediksi kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) akan terjadi kenaikan harga modal sebesar 0,23 persen serta tenaga kerja sebesar 1,37 persen.

Adapun Persoalan lainya, saat ini defisit anggaran negara sudah mencapai Rp 127,5 triliun atau 0,79% dari PDB. Defisit ini lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu yang jumlahnya Rp 93,5 triliun, dan pemerintah melalui APBN hanya menyumbangkan 19% dari total kebutuhan dana tersebut. Sedangkan sisanya adalah pendanaan dari investasi swasta dan BUMN.

Selain itu yang juga harus diperhatikan ialah mengenai letak geografis kedua kabupaten calon ibukota negara terlihat di tengah-tengah khatulistiwa. Dengan jumlah hutannya yang masih sangat luas, sehingga Kaltim dikenal sebagai paru-paru dunia. Studi kelayakan diperlukan untuk menjadikan kedua kabupaten tersebut sebagai ibukota. 

Apalagi di wilayah tersebut juga merupakan wilayah yang masih kental dengan masyarakat adatnya. Jangan sampai masyarakat Dayak sebagai salah satu suku asli yang mendiami Kalimantan kini semakin terpinggirkan.

Tetapi kebijakan Presiden Jokowi untuk memindahkan ibukota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur, juga sah-sah saja asalkan undang-undang yang menjadi payung hukumnya sudah mengatur dengan jelas dan perencanaannya pun sudah baku dengan didukung oleh studi kelayakan yang memadai. Hal itu diatur di dalam Pasal 18 A dan Pasal 20 UUD 1945. Dengan demikian pemerintah bersama DPR harus segera menindak lanjuti RUU IKN tersebut.

Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, setidaknya terdapat 6 undang-undang yang akan disinkronkan melalui mekanisme Omnibus Law, yakni UU Ibu Kota, UU Perkotaan, UU Kawasan, UU Pemerintahan Daerah, UU Penataan Ruang dan UU Lingkungan Hidup. Agar semuanya berjalan lancar dengan hasil yang maksimal maka Proses Pemindahan IKN ini juga telah digodok melalui kajian yang panjang, kajian tersebut diantaranya dari sisi administrasi, susunan pemerintah, otonomi daerah hingga batas wilayah Ibu Kota. 

Dalam aturan tersebut nantinya akan terdapat klausul untuk memutuskan beberapa lembaga pemerintahan yang tetap berada di wilayah  Jakarta, dalam hal ini seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini bertujuan agar lembaga-lembaga tersebut dapat langsung melakukan pengawasan bisnis di Jakarta, mengingat kota tersebut tetap menjadi pusat bisnis dengan perputaran uang yang besar.

Dari prediksi kenaikan harga modal sebesar 0,23 persen serta tenaga kerja sebesar 1,37 persen yang dijelaskan diatas akan membuat perekonomian lebih terdiversifikasi ke arah sektor padat karya. Adanya perambahan dalam sektor ekonomi ini memiliki nilai penting mengingat salah satu tantangan terbesar bagi indonesia adalah mengurangi kemiskinan. Dengan adanya peningkatan arus perdagangan antar wilayah akan menjadi satu alternarif dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.

Dengan demikian tidak hanya baik bagi Jakarta, dampak positifnya pun juga dapat dirasakan oleh seluruh Indonesia. Kalimantan juga dinilai mampu menyebarkan investasi dan perdagangan secara lebih merata. Investasi perdagangan diharapkan tidak hanya terpusat di Pulau Jawa saja, tetapi juga akan terdorong ke luar Jawa. Sehingga, diprediksi akan ada perubahan pola dari Jawa sentris menjadi Indonesia sentris.

Secara umum, hemat penulis masyarakat juga telah sadar bahwa Jakarta sudah sangat padat dengan berbagai hiruk pikuknya, sehingga terobasan baru yang dilakukan pemerintah dengan memisahkan anatara wilayah administrasi negara dengan wilayah bisnis dirasakan sangatlah tepat. Apalagi dengan berbagai permasalahan yang ada di Jakarta yang begitu kompleks, seperti kesenjangan sosial, banjir, kemacetan yang kian bertambah, sementara angka urbanisasi kian meningkat setiap tahunnya.(**)

Oleh: Aziz, penulis adalah Pemerhati Bidang Sosial, Politik dan Keagamaan yang berdomisili di Surabaya.






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos