MOMENTUM--Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melarang seluruh masyarakat mudik.
Larangan itu untuk meminimalisir penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dari satu daerah ke daerah lain.
Tujuannya sangat baik. Tapi, disisi lain masyarakat tetap diperbolehkan pulang kampung. Pelarangan hanya untuk pemudik.
Saya pun sempat tercengang dengan pernyataan itu. Secara KBBI (kamus besar bahasa Indonesia), Mudik adalah kembali ke udik atau pulang ke kampung halaman.
Saya perhatikan baik-baik antara mudik dan pulang kampung hanya berbeda kata saja. Mudik dan pulang kampung adalah aktifitas perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lainnya.
Lalu, di mana bedanya? Presiden pun menjelaskan mudik adalah tradisi masyarakat menjelang lebaran. Sedangkan, pulang kampung adalah orang-orang yang kembali ke kampungnya, karena sudah tidak adalagi pekerjaan.
Lagi-lagi saya bengong dibuatnya. Kalau seperti itu, untuk apa ada aturan larangan mudik. Bukannya mudik untuk mencegah penyebaran corona dari tempat ke tempat lainnya?
Jika masih ada aktifitas perpindahan penduduk secara massal sama saja bohong. Bahkan, menurut saya, banyak pula yang memanfaatkan perbedaan itu.
Ada yang awalnya niat mudik, namun tidak jadi. Mereka pun merubah tujuan jadi pulang kampung. Alasannya, pulang kampung masih diperbolehkan.
Ironi memang. Dampak penyebaran corona memang kian terasa. Banyak perantauan yang kehilangan pekerjaannya.
Sehingga, mereka terpaksa pulang kampung. Dari pada tidak ada pekerjaan, lebih baik di kampung halaman. Mungkin pikir mereka begitu.
Saya pun sependapat. Kalau memang sudah tidak ada lagi pekerjaan dan penghasilan, untuk apa bertahan? Lebih baik pulang kampung. Bukan mudik pastinya.
Nah, di sinilah harusnya pemerintah berperan aktif. Menurut saya, seharusnya pemerintah mendata siapa saja perantauan yang tidak lagi memiliki pekerjaan.
Kemudian, mereka dikembalikan ke kampung halamannya masing-masing. Bukan justru memperbolehkan pulang kampung, tapi melarang mudik.
Kalau bahasa kerennya sih jemput bola. Jadi pemerintah mendata, bekerja sama dengan penyedia transportasi dan memulangkan mereka secara massal.
Sesampainya di kampung halaman, mereka diserahkan kepada pemerintah daerah setempat untuk diisolasi secara ketat selama 14 hari. Syukur-syukur telah disiapkan tempat karantina khusus. Itu pendapat saya sih. (**)
Editor: Harian Momentum