MOMENTUM, Bandarlampung-- Anggota Komisi II DPRD Bandarlampung Heti Friskatati menganggap kebijakan pemerintah kota (Pemkot) setempat tidak berpihak kepada rakyat.
Pernyataan Anggota Fraksi Golkar itu menyikapi kebijakan pemkot yang bersikeras membangun sejumlah mega proyek disaat banyaknya tunggakan hutang dan kondisi pandemi covid-19 yang melanda Bandarlampung.
Seharusnya, dalam kondisi saat ini pemkot harus lebih jeli dan menerapkan skala prioritas dalam menjalankan program kerja.
“Proyek yang dinilai tidak urgent seharusnya dapat ditunda. Lebih baik anggarannya dialihkan untuk kepentingan lain yang lebih mendesak,” kata Hetti kepada harianmomentum.com, Kamis (4-6-2020).
Dia mencontohkan, proyek Flyover di Sultan Agung senilai Rp35 miliar. Pembangunan gedung parkir lanjutan Rp30 miliar. Pasar Smep lanjutan senilai Rp20 miliar. Pembangunan gedung perkuliahan Polinela Rp15 miliar.
“Untuk kondisi saat ini, apa urgensinya proyek itu? Kenapa tidak ditunda tahun depan?” tegasnya.
Terlebih hutang pemkot saat ini sudah menumpuk. Seperti tunggakan pembayaran tunjangan hari raya (THR) aparatur Sipil Negara (ASN), insentif Ketua RT yang sudah lima bulan dan tunggakan lainnya.
“Kasian kan nasib para ASN. Seharusnya pemkot lebih peka dengan persoalan itu. Disaat ASN lain di 14 kabupaten/ kota mendapat haknya (THR) mereka justru gigit jari,” katanya.
Sehingga pembangunan sejumlah proyek mercusuar itu dinilai tidak relevan dengan kondisi keuangan pemkot dan posisi zona merah pandemi covid-19 yang sedang melanda Bandarlampung.
Atas dasar itu, dia akan mengusulkan kepada pimpinan Komisi II untuk segera menggelar rapat dengar pendapat dengan jajaran pemkot guna membahas hal tersebut.
Terutama dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Badan Pendapatan Daerah (Bappenda).
“Dua organisasi perangkat daerah (OPD) itu yang paling mengerti urusan pendapatan dan keuangan di pemkot. Nanti akan saya usulkan ke pimpinan untuk hearing,” katanya.
Dia menilai, upaya pemkot untuk mewujudkan pembangun proyek flyover cenderung memaksakan kehendak. Terlebih, di tengah pandemi Covid-19 ini, proyek tersebut tidak bersifat mendesak.
"Karena, yang dibutuhkan masyarakat di tengah pandemi ini adalah kebutuhan pokok yakni pangan. Saya yakin dan percaya, masyarakat Kota Bandarlampung sangat cerdas untuk menyikapi hal ini," ujarnya.
Kendati demikian, DPRD tentu menyadari adanya Covid-19, berdampak besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) kota.
Tetapi, mengapa di tengah kondisi seperti itu pengerjaan proyek justru dipaksakan.
"Kami mempertanyakan, nantinya pemkot akan membayar proyek tersebut pakai dana apa? Insentif RT yang sudah berbulan-bulan saja belum dibayar, ditambah lagi THR ASN juga masih mandek," jelasnya.
Dia juga mempertanyakan sikap pemkot yang selama ini terkesan tidak berkoordinasi DPRD setempat terkait pembangunan di tengah pandemi saat ini.
Dia berharap, pemkot dapat bersinergi dengan DPRD Bandarlampung dalam mewujudkan kebijakan yang dinilai menguntungkan masyarakat. Bukan justru berjalan tanpa adanya koordinasi satu sama lain.
"Seharusnya eksekutif dan legislatif dapat seiring sejalan membangun Bandarlampung dan membuat masyarakart lebih sejahtera," harapnya.(**)
Laporan: Vino Anggi Wijaya
Editor: Andi Panjaitan
Editor: Harian Momentum