MOMENTUM, Bandarlampung--Jabatan kepala daerah seakan menjadi profesi primadona saat ini. Banyak kalangan elit politik berlomba- lomba mencalonkan diri.
Bahkan, ketika situasi dan kondisi memungkinkan, anggota keluarga diminta maju dalam pemilihan bupati, walikota hingga gubernur.
Gibran Rakabuming Raka contohnya. Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu sedang dipersiapkan untuk menjadi orang nomor satu di Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah.
Tidak ada yang menyangka pengusaha katering dan martabak itu bakal merambah ke panggung politik. Terlebih, dia tidak memiliki pengalaman di bidang itu.
Begitu juga dengan Bobby Nasution. Menantu Jokowi itu juga sedang mempersiapkan diri untuk berlaga dalam pemilihan walikota (Pilwakot) Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Seolah tak ingin ketinggalan. Siti Nur Azizah, putri Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin pun turut meramaikan bursa pilwakot Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Dia diusung oleh Partai Demokrat dan PKS untuk bertarung melawan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, keponakan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.
Untuk nama terakhir sepertinya sudah memiliki modal awal, karena pernah tercatat menjadi wakil rakyat di gedung parlemen.
Setidaknya dia bukan wajah baru dalam kancah politik, sejak lama bergabung dalam partai Gerindra.
Berbeda dengan Gibran, Bobby dan Siti Nur Azizah. Meski pengetahuan politik ketiga anggota keluarga presiden dan wapres itu terbilang minim, tapi tidak lantas membuat mereka terhalang untuk menjadi calon kepala daerah.
Karena regulasi memperbolehkan. Setiap warga negara berhak mencalonkan diri maupun mencalonkan orang lain untuk maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Sebagaimana diatur dalam pasal 7 Undang- undang nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah.
Tidak ada satu pun regulasi yang dilanggar. Tapi secara etika, sebagian masyarakat menganggapnya tidak fair. Kondisi ini disebut politik dinasti. Karena Jokowi dan Ma’ruf Amin sedang duduk di singgasana kekuasaan negeri ini.
Salahkah keduanya karena anak dan menantu mereka mencalonkan diri? Tentu tidak. Jika ada yang keberatan, silahkan ubah saja regulasinya.
Terlepas adanya perdebatan itu. Jokowi sudah berhasil tercatat dalam sejarah, karena anak kandung dan menantunya mencalonkan diri sebagai walikota disaat dia menjabat sebagai presiden. Pun begitu dengan Ma’ruf Amin.
Intinya, siapa pun calonnya, bagaimana latar belakangnya, Keputusan terakhir tetap di tangan rakyat. Karena calon kepala daerah akan dipilih langsung oleh rakyat, selaku pemegang hak suara.
Mudah- mudahan, dalam pilkada serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020 nanti akan melahirkan para pemimpin berkualitas.
Bukan kepala daerah yang hadir untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, dan kroninya. Apalagi kepala daerah yang hadir untuk membangun dinasti politik keluarga. Tabikpun. (*)
Editor: Harian Momentum