Bijak

img
Andi Panjaitan, Pemred Harian Momentum.

MOMENTUM-- Alkisah, seorang pengusaha kaya memberi dua benda kepada anak laki- lakinya. Pertama sebongkah emas yang dibungkus kain putih. Lalu seikat rumput.

Kemudian, dia memerintahkan anaknya meletakkan kedua benda itu di dalam kandang kambing.

“Putraku tolong letakkan dua benda ini ke dalam kandang kambing. Setelah lima menit, lihatlah kembali,” ujar sang Ayah.

Setelah lima menit, si anak kembali masuk ke kandang. Kemudian melihat kambing sedang mengunyah rumput hijau yang diberikannya tadi.

Sementara, bongkahan emas berkilau itu tidak disentuh sama sekali. Dia kembali membawa emas tadi lalu ditunjukkan kepada orang tuanya.

“Ayah, kambing memilih rumput dan sudah memakannya. Sedangkan emas ini tidak disentuh sama sekali,” kata si anak.

Nak, itulah bedanya manusia dengan binatang. Kambing itu hidupnya hanya untuk makan. Dia diberi nafsu hanya untuk melayani perut.

Seandainya dia punya otak, tentu kambing akan memilih emas. Kemudian membawanya ke pasar untuk dijual. Dengan emas seukuran itu, tentu bisa menghasilkan rumput berton- ton.

Dia tidak perlu bersusah- payah lagi mencari makan selama berbulan- bulan. Bahkan tahunan. Sayang, Allah SWT tidak memberinya akal. Sehingga langsung memilih rumput.  

Berbeda dengan manusia yang diberikan akal dan nafsu. Dengan keistimewaan itu, kita diminta berpikir bijaksana dan selalu berbuat baik terhadap sesama.

Sang Ayah kembali bertanya kepada anaknya. Jika kamu melihat keluarga pengemis kelaparan, sementara di rumah ada uang Rp500 ribu, makanan dan gerobak bekas yang masih bisa digunakan. 

Pilih dua dari tiga benda tersebut yang akan kau berikan pada mereka.

Si anak menjawab. Aku akan memberi makanan agar mereka tidak lapar lagi. Kemudian uang, sehingga mereka bisa membeli makanan.

Mendengar jawaban itu, sang Ayah melepas cincin permata yang dipakai, kemudian menyuruh anaknya membawa ke terminal.

Nanti di terminal, coba tawarkan kepada sopir angkot, berapa rupiah dia sanggup menghargai cincin ini. 

Setelah itu, pergilah ke rumah sakit dan tanyakan kepada direkturnya berapa sepentasnya harga cincin ini.

Terakhir, pergilah ke toko emas di pasar. Tanyakan juga kepadanya berapa kisaran harga cincin ini.

Setelah satu jam, si anak kembali menghadap sang Ayah. Dengan peluh yang membasahi dahinya, dia kemudian menjelaskan. 

Di terminal, sopir angkot hanya menghargai cincin itu Rp300 ribu, sedangkan di rumah sakit direkturnya menawar harga Rp1 juta. 

Sementara di toko emas, pemiliknya memberi penawaran lebih dari Rp100 juta, karena batu cincin itu merupakan zamrud bertabur berlian.

Sembari tersenyum, sang Ayah mengusap keringat anaknya sembari berkata: Putraku, pemilik toko emas menawarnya mahal karena dia mengerti akan kualitas cincin ini. Berbeda dengan dua orang yang kau temui sebelumnya.

Sama halnya dengan persoalan pengemis tadi. Ayah setuju untuk memberi makan karena saat itu mereka kelaparan. Tapi soal uang, kita berbeda pendapat.

Ayah akan memberi gerobak agar bisa mereka gunakan mencari nafkah, sehingga tidak perlu mengemis lagi. Jika diberi uang, mereka akan kembali jadi pengemis setelah uangnya habis.

Putraku, bijaklah setiap mengambil keputusan niscaya engkau akan selalu dirahmati Allah SWT. Jangan pernah ragu menolong sesama.

Marhaban ya Ramadan. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi seluruh muslim dimana pun anda berada. Tabikpun. (**)






Editor: Harian Momentum





Berita Terkait

Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos