MOMENTUM, Bandarlampung--Kumuh. Itu kesan pertama yang saya lihat ketika berada di kawasan pesisir Kota Bandarlampung.
Berbagai jenis sampah lengkap tersaji. Mulai dari plastik, ranting pohon, usus ayam hingga bekas popok bayi. Pemandangan tidak mengenakkan mata itu bisa ditemui di Sukaraja hingga Telukbetung.
Bahkan, hampir semua kawasan sungai di Bandarlampung sudah tercemari oleh sampah.
Siapa yang salah? Tentu pemerintah dan masyarakat. Pemerintah yang tak mengawasi secara ketat dan masyarakat yang sembarangan membuang sampah.
Wajar, kalau Bandarlampung sempat beberapa kali mendapat predikat sebagai kota terkotor versi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Walaupun sempat dibantah Herman Hn--Walikota Bandarlampung saat itu. Bahkan, tahun 2012 Pemkot Bandarlampung sempat menggeruduk KLHK lantaran tak terima dengan penilaian itu.
Ya, tapi memang faktanya begitu. Tak bisa dielakkan. Tak percaya? Silahkan lihat di sungai hingga daerah pesisir. Pasti terdapat sampah menumpuk. Salah satunya, muara sungai dekat Pulau Pasaran.
Padahal Bandarlampung sempat beberapa kali meraih penghargaan Adipura. Terakhir kali 2009.
Tapi sejak saat itu, Penghargaan Adipura menjadi hal yang mustahil bagi Bandarlampung.
Pemerintah kota (pemkot) sih katanya sudah mengimbau masyarakat menjaga kebersihan lingkungan. Namanya juga imbauan, bisa diikuti bisa tidak. Toh tak ada sanksinya.
Bahkan peraturan daerah (Perda) tentang larangan membuang sampah sembarangan layaknya hiasan yang dipajang di dinding rumah. Ada, tetapi jarang digunakan.
Anehnya, hingga kini belum ada aksi nyata dari pemerintah pemerintah. Seperti bahu-membahu membersihkan sampah di daerah bantaran sungai atau kawasan pantai.
Kalau kondisi ini dibiarkan terus, maka penghargaan Adipura hanya sekedar mimpi belaka. Sekian. Tabik. (**)