MOMENTUM, Bandarlampung--Siapa sih yang tidak mengenal media sosial di zaman sekarang?
Di era digital ini, banyak orang yang sudah akrab dengan kehadiran media sosial, baik orang tua maupun anak. Media sosial adalah sebuah media yang digunakan untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang memungkinkan manusia berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Selain untuk bersosialisasi, media sosial kerap menjadi sarana menggali berbagai informasi. Adapun beberapa contoh media sosial yang banyak diminati yaitu, Instagram, Facebook, Line, youtube, Twitter, dan masih banyak lainnya.
Namun, media sosial pun dinilai banyak membuat perubahan pada diri seseorang. Selain memiliki manfaat bagi kita, media sosial juga memiliki dampak besar pada kehidupan. Apabila kita tidak bisa memanfaatkannya dengan baik maka kita bisa terjerumus dalam perilaku asosial.
Penggunaan media sosial dalam lingkungan keluarga juga memiliki dampak bagi perkembangan anak usia dini. Kebanyakan di zaman sekarang orangtua memilih media sosial, seperti youtube untuk solusi atau alat pendamping kedua setelah orangtua agar mempermudah segala aktivitas mereka.
Mereka beranggapan bahwa dengan memberikan keleluasaan anak usia dini dalam menonton youtube, dapat membuat anak tidak rewel, dan dapat mengontrol sehingga tidak bermain kotor-kotoran, tidak bermain jauh dari rumah, serta tidak memberantakkan rumah.
Padahal dengan pemikiran orang tua yang seperti ini mengakibatkan anak menjadi anti sosial, kecanduan dengan gadget, mempengaruhi perkembangan mental anak dan mempengaruhi perkembangan otak anak.
Perubahan sikap anak setelah menonton youtube pun sangat menonjol. Dari banyaknya konten-konten youtube yang membuat anak-anak tertarik, seperti video edukasi yang dibungkus dengan tokoh kartun kesayangan anak. Dapat membuat anak menjadi lebih aktif dalam berbicara maupun bertindak. Karena dari kebiasaan anak yang diberikan tontonan youtube membuat mereka sering bertanya-tanya mengenai hal baru yang dilihatnya.
Anak-anak juga menjadi mudah menyerap kosakata baru. Contohnya, mereka dapat menirukan suara-suara hewan, dapat mengetahui berbagai macam warna, dan angka.
Orangtua juga bisa memberikan tontonan yang berbahasa asing. Namun, tidak semua konten aman untuk anak usia dini. Karena jika dilihat, kebanyakan orangtua tidak mendampingi anak dalam menonton youtube yang dapat mengakibatkan anak menjadi salah dalam memilih channel yang aman. Sehingga menimbulkan efek negatif, anak menjadi kecanduan terhadap youtube, menjadi malas belajar, anak menjadi individualis atau anti sosial, dan anak juga bisa meniru perilaku yang tidak layak untuk ditiru.
Karena pada dasarnya pada usia dini ini adalah masa sensitifnya anak atau di mana anak diusia ini mulai peka untuk menerima rangsangan. Anak akan menjadi peniru yang handal, mereka lebih cepat dalam menangkap segala informasi yang telah mereka lihat dan dengar. Semua informasi yang mereka serap menjadikan dasar terbentuknya karakter.
Oleh karena itu, orangtua sangat berperan dalam perkembangan anak. Maka, solusi atau cara yang harus dilakukan untuk mengganti youtube sebagai alat pendamping kedua setelah orang tua yaitu dengan mengalihkan perhatian anak menggunakan permainan, seperti menyusun puzzle, mewarnai, bermain (mengenalkan) macam-macam warna dan bentuk, dan lain sebagainya.
Adapun beberapa hal yang diperlukan oleh orangtua sebelum memberikan dan memperkenalkan teknologi kepada anak di antaranya dengan memberikan pengawasan atau pengontrolan yang tegas dalam menggunakan media sosial terutama youtube.
Menyajikan tayangan yang sesuai dengan anak usia dini, memberikan pengertian kepada anak mana yang boleh dan tidak boleh ditonton dalam youtube. Serta dengan lebih mendekatkan diri kepada anak agar anak tidak menjadikan youtube sebagai teman yang akhirnya memberikan dampak buruk.(**)
Oleh: Winda Hudi Nurlatiffah, Mahasiswa Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Editor: Harian Momentum