Syahwat Kekuasaan

img
Muhammad Furqon - Dewan Redaksi Harian Momentum.

Oleh: Muhammad Furqon - Dewan Redaksi Harian Momentum

MOMENTUM--Dua kader potensial Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Provinsi Lampung pada pilkada 2024, tidak dilirik partainya. 

Selain menjadi ketua PKB di tingkat kabupaten, kedua kader itu juga memiliki posisi strategis di pemerintahan. Membuat yang bersangkutan tidak hanya dikenal, tetapi juga populer di masyarakat.

Kedua kader PKB yang diabaikan itu, pertama, M Dawam Rahardjo. Dawam menjabat Bupati Lampung Timur, sekaligus Ketua Dewan Piminan Cabang (DPC) PKB di kabupaten yang dipimpin.

Pada pemilu legislatif 2024, Dawam berhasil mengantarkan partainya menjadi pemenang pileg di Lampung Timur. Tentu, wajar, jika Dawam berharap partainya kembali menugaskan untuk melanjutkan kepemimpinannya sebagai bupati.

Namun, keinginan Dawam untuk kembali maju pada pilkada 2024, lewat partainya, kandas. PKB mengabaikan potensi dan prestasi Dawam. 

Pada pemilu bupati yang berlangsung November 2024 di Lampung Timur, PKB mengusung kader yang lain. Yaitu, Ela Siti Nuryamah. Politisi kelahiran Tasikmalaya Jawa Barat, yang notabene, gagal untuk kembali menjadi anggota DPR-RI pada pemilu 2024.

Kader lain yang bernasib serupa adalah Ardito Wijaya. Jabatannya, Ketua PKB Lampung Tengah, sekaligus wakil bupati, yang selama lima tahun memimpin Lamteng besama Bupati Musa Ahmad.

Pada pilkada 2024, PKB juga tidak merekomendasikan Ardito untuk maju dalam pemilihan bupati (pilbup) di Lampung Tengah. Partainya bergabung dengan koalisi besar mengusung Musa berpasangan dengan Ahsan As'ad Said.

Sementara Ardito, memilih untuk menyelisihi keputusan partainya dan tetap maju pilkada dengan perahu PDI Perjuangan. Ardito berpasangan dengan I Komang Koheri, sebagai bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Lampung Tengah periode 2024-2029.

Dawam dan Ardito hanya sekadar contoh. Masih banyak lagi, yang mungkin bisa dikatakan lebih tragis. Tentang nasib seorang politisi atau kader partai, yang sudah bersusah payah membangun kompetensi diri untuk bisa meraih puncak karir, namun akhirnya diamputasi oleh partainya.

Sebaliknya, juga tidak kalah banyak, muncul politisi dadakan. Tanpa pernah berkeringat untuk partai dan bukan siapa-siapa di partai. Tiba-tiba jadi caleg di urutan atas. Tiba-tiba jadi calon kepala daerah. Tiba-tiba jadi ketua partai. Tiba-tiba jadi calon gubernur atau wakil gubernur. Tiba-tiba calon bupati atau wakil bupati. Tiba-tiba.... lanjutkan sendiri. 

Tunduk dan taat terhadap keputusan partai, bagian dari kewajiban kader. Termasuk, misalnya, jika karir politik kader potensial, dibegal di tengah jalan oleh partainya sendiri.

Apa pun itu, sikap politik merupakan hak setiap orang untuk menentukan pilihan. Ada yang mengikuti nurani, akal sehat, kepentingan golongan dan kelompok, dendam politik. Atau, bahkan, demi memuaskan syahwat kekuasan! Semua punya konsekwensi masing-masing.

Tetapi jangan lupa dan perlu diingat: Semua akan berakhir. Khusnul khotimah atau suul khotimah. Berakhir baik atau buruk. Terpuji atau tercela. Semua bergantung pada pilihan Anda! 

Tabik. 






Editor: Muhammad Furqon





Berita Terkait

Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos