MOMENTUM, Jakarta--Belum lama ini, potongan video ceramah Ustaz Abdul Somad (UAS) menjadi perbincangan, baik di media sosial maupun di media massa. Potongan video tersebut dinilai melecehkan agama tertentu.
Namun kasus ini berbeda dari kasus penistaan agama biasanya yang terjadi di Indonesia. Kasus ini datang dari penceramah di kalangan Muslim yang merupakan mayoritas. Padahal kasus penodaan agama di Indonesia biasanya menjerat kelompok agama minoritas lainnya dengan umat Muslim menjadi Korban / Pelapor.
Dalam video yang viral tersebut, ada jemaah yang menanyakan kepada UAS, Mengapa dirinya merasa menggigil ketika melihat salib.
Sementara itu Ketua Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) Daerah Istimewa Yogyakarta Bambang Praswanto meminta agar umat Katolik atau Kristen agar tidak terprovokasi oleh ucapan Ustaz Abdul Somad.
Pihaknya justru mengajak untuk memaafkan karena dia tidak tahu. Sehingga umat Kristen tidak perlu terprovokasi denan ceramah tersebut.
Bambang mengatakan bahwa tidak bisa menghalangi siapa saja yang kemudian membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Sebab bisa saja perkara ini dilaporkan sebagai kasus penistaan agama.
Ia juga menambahkan bahwa apa yang diucapkan oleh Ustaz Somad dalam ceramahnya tidak mewakili Islam secara keseluruhan.
Sementara itu Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad mengingatkan kepada UAS dan pendakwah lannya untuk lebih berhati – hati dalam menyampaikan isi ceramahnya. Karena saat ini sudah zamannya media sosial dimana siapa saja dapat dengan mudah menyebar tanpa adanya klarifikasi.
Pada kesempatan berbeda, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga ikut menanggapi ceramah UAS yang diduga menghina agama lain. Ia berpendapat bahwa tokoh agama haruslah memberikan ceramah dengan baik dan saling menghormati satu sama lain.
Dirinya juga meminta agar kasus yang kini sedang menimpa UAS sebaiknya diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Jusuf Kalla juga meminta agar Ustaz Somad mengklarifikasi pernyataannya tersebut yang diduga menyinggung umat lain.
Kasus yang menimpa UAS juga tak luput dari perhatian Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pihaknya meminta agar uas Tidak kembali membahas hal – hal yang dapat menyinggung seseorang maupun agama dalam berdakwah.
Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Sa’adi meminta agar aparat kepolisian mengusut penyebar pertama video dakwah UAS tentang salib dan patung yang telah beredar di dunia maya.
Zainut menyayangkan bahwa beredarnya video tersebut dapat berpotensi menimbulkan polemik yang dapat menngganggu harmoni kehidupan antar umat beragama di Indonesia
Dirinya juga menghimbau agar semua pihak dapat menahan diri, tidak terpancing dan tidak terprovokasi oleh pihak – pihak yang sengaja ingin menciptakan keresahan di masyarakat dengan cara mengadu domba antar umat beragama.
Rohaniwan Antonius Benny Susetyo, juga telah menghimbau kepada umat Kristiani agar tidak risau terkait ceramah UAS mengenai salib dalam video yang viral tersebut.
Meski demikian, Antonius juga mengatakan bahwa UAS perlu mengklarifikasi dan meminta maaf untuk meredam potensi ketegangan antar umat beragama di Indonesia.
Pemberian maaf kepada UAS juga dilakukan oleh Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) yeng telah memaafkan UAS. Saat ini pihaknya sedang berupaya untuk menguasai diri dan memaafkan UAS, meskipun apa yang diucapkan UAS menyakiti perasaanya.
Sektretaris Umum DPP GAMKI Sahat Marthin Sinurat, mengatakan bahwa banyak pihak yang mendesak GAMKI untuk dapat melaporkan UAS atas ceramahnya yang melecehkan simbol – simbol yang diyakini oleh pihaknya.
Marthin juga mengatakan bahwa apa yang diucapkan oleh UAS dapat menjadi bibit dari tumbuhnya sikap radikalisme dan kebencian kepada orang lain yang berbeda agama dan kepercayaan.
DPP GAMKI juga mengajak kepada setiap lembaga agama, baik Kristen, Protestan, islam, Katolik, Budha, Khong Hu Cu dan aliran kepercayaan lainnya, untuk senantiasa menjaga keharmonisan karena kita hidup di tengah masyarakat yang majemuk.
Selain itu sikap kedewasaan juga diperlukan sehingga umat agama yang terkait dalam konten ceramah tersebut tidak mudah terprovokasi dan tidak melakukan tindakan yang bisa merusak kerukunan dan perdamaian.(**)
Oleh : Muhammad Zaki.
Editor: Harian Momentum