MOMENTUM--Alkisah. Hiduplah seorang penguasa di negeri antah- berantah. Sosoknya yang bersahaja, membuat dia sangat dicintai rakyat.
Selalu membantu orang kesusahan. Aktif turun ke lapangan, memastikan kesejahteraan kaumnya.
Sejumlah program untuk rakyat miskin digulirkan. Biaya pendidikan digratiskan. Biaya perobatan juga demikian.
Begitu juga di bidang pembangunan infrastruktur. Di awal memimpin, dia getol membenahi jalan rusak. Membangun gedung tinggi dan sebagainya.
Terus berinovasi untuk meningkatkan infrastruktur di wilayahnya. Potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah pun terus digali maksimal.
Hingga suatu malam, istri penguasa bermimpi buruk. Dalam tidurnya, sang permaisuri melihat dua fenomena alam yang sangat aneh.
Di sebelah Barat, terlihat pohon raksasa yang begitu rimbun. Semakin hari, kian menjulang tinggi ke langit. Posisi awalnya jauh, kini semakin dekat ke istana.
Hingga akhirnya akar pohon mulai merangsek ke dalam tembok istana. Bangunan kokoh itu mulai retak.
Sementara di sebelah Timur, terlihat pancaran matahari. Anehnya sinar itu berwarna biru. Tidak seperti sinar matahari pada umumnya.
Kilauan cahaya biru semakin terik membakar kulit. Layaknya laser yang mampu menembus tebalnya tembok istana.
Sejumlah prajurit banyak terkapar akibat cahaya aneh itu. Pasukan pengawal permaisuri langsung menyusun perisai—melindungi junjungannya dari sengatan sinar tersebut.
Permaisuri dan para pejabat istana semakin gundah. Sebentar lagi sinar itu bakal membakar mereka semua. Dia pun berteriak histeris. Hingga akhirnya terbangun dari mimpi.
Peluh membasahi sekujur tubuhnya yang mulai tampak keriput. Sang penguasa yang terganggu dengan jeritan permaisuri pun ikut terbangun. Sembari memeluk sang raja, permaisuri menceritakan isi mimpinya.
Esoknya, penguasa mengumpulkan seluruh penasehat istana. Dia menceritakan isi mimpi permaisuri. Mendengar cerita itu, para penasehat saling bertatapan.
Setelah selesai berdiskusi menafsirkan mimpi, seorang penasehat yang paling senior maju dua langkah.
Meski sedikit bimbang, dia menyatakan mimpi permaisuri adalah pertanda buruk. Bisa jadi mengancam kekuasaan tuannya. Sehingga perlu diantisipasi agar tidak menjadi nyata.
Dia menyarankan agar seluruh pohon beringin di negeri itu ditebang. Setiap lampu milik warga yang berwarna biru juga dimusnahkan. Termasuk lampu di istana.
Dengan segala pertimbangan, akhirnya sang penguasa mengikuti anjuran penasehatnya. Dia mulai membuat maklumat.
Kemudian disebarkan melalui aparaturnya hingga ke seluruh pelosok negeri. Hampir setiap sudut jalan, gang, dan rumah tertempel pengumuman itu.
Isinya: Bagi warga yang menanam pohon beringin untuk segera ditebang. Selanjutnya, setiap lampu berwarna biru di rumah warga wajib diganti dengan warna lain. Kepada rakyat dijelaskan, pohon beringin dan sinar biru bisa mengancam kekuasaan sang raja.
Bagi warga yang menolak akan dijatuhi hukuman berat. Penjara seumur hidup, hingga hukuman mati.
Sebagian warga yang merasa takut langsung mengikuti maklumat itu. Pohon beringin di pekarangan rumah ditebang. Begitupun yang di kebun. Juga di hutan.
Pokoknya seluruh beringin yang hidup di sekitar tempat tinggal wajib ditebang. Lampu teras dan lampu hias berwarna biru juga segera diganti.
Singkat cerita, seorang pejabat tinggi istana melapor ke penguasa. Dia mengatakan misi penebangan beringin dan penggantian lampu biru sudah selesai.
Namun anehnya, saat malam hari permaisuri kembali bermimpi yang sama. Bahkan, terus berulang hingga malam- malam berikutnya.
Penguasa pun kembali memanggil pejabat istana. Dia yakin, belum semua beringin ditebang dan lampu biru masih ada.
Akhirnya pejabat istana mengerahkan seluruh pasukan. Mereka diperintahkan untuk mencari keberadaan beringin dan lampu biru hingga ke seluruh penjuru.
Tim pemburu beringin diperintahkan menyisir seluruh hutan belantara. Tim kedua, memeriksa setiap rumah warga.
Beberapa bulan lamanya, kedua tim pemburu kembali ke istana. Mereka melapor, jika seluruh pelosok sudah diperiksa. Hasilnya, tidak satupun beringin dan lampu biru tersisa.
Namun, sang permaisuri masih tetap saja bermimpi yang sama. Tiap malam.
Penguasa yang terkenal takut dengan istrinya itu pun panik. Dengan berat hati, dia meminta seluruh prajurit untuk kembali berangkat.
Namun aparaturnya menolak. Merasa sudah muak dengan perintah irasional itu, seluruh prajurit pun kompak mengundurkan diri. Sang raja lalu meminta para pejabat yang berangkat. Tapi, mereka menolak karena tidak tau lagi harus mencari ke mana. Hingga akhirnya para pejabat itu pun dipecat.
Di sisi lain, mimpi permaisuri terus berlanjut. Stres dengan mimpi yang dianggap mengancam kekuasaan itu, mereka berdua pun akhirnya meninggal dunia.
Keluarga penguasa berkabung. Sementara seluruh rakyat dan mantan prajuritnya justru bersyukur. Bebas dari rasa muak terhadap keserakahan pasangan penguasa itu.
Kini, rakyat sedang menantikan sosok pemimpin baru. Penguasa yang tidak menghalalkan segala cara, untuk mempertahankan kekuasaan. Sekian. Tabikpun. (**)
Editor: Harian Momentum