Nasib Eva Dwiana Ditentukan MA

img
Eva Dwiana - Deddy Amrullah.//ist

MOMENTUM, Bandarlampung--Upaya hukum ke Mahkamah Agung (MA) menjadi jalan terakhir bagi pasangan Eva Dwiana—Deddy Amrullah (Eva-Deh).

Langkah itu sebagai sikap penolakan atas putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bandarlampung yang mendiskualifikasi mereka dari pencalonan.

Menurut Akademisi asal Universitas Lampung (Unila), Budiono, upaya hukum ke MA menjadi jalan terakhir setelah mereka didiskualifikasi sebagai paslonkada.

Hal tersebut sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Pasal 135A, Undang-undang (UU) 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). 

Pada ayat (6) UU tersebut, dijelaskan bahwa paslonkada yang dikenai sanksi administratif pembatalan dapat mengajukan upaya hukum ke MA dalam waktu paling lambat tiga hari kerja, terhitung sejak keputusan KPU ditetapkan.

Selanjutnya pada ayat (7) dijelaskan bahwa MA memutus upaya hukum pelanggaran administrasi pemilihan dalam jangka waktu palmg lama 14 hari kerja, terhitung sejak berkas perkara diterima.

"Jika MA mengabulkan gugatan paslonkada 3 (Eva-Deh, red) dikabulkan, maka KPU wajib menetapkan kembali yang bersangkutan. Itu telah diatur dalam ayat (8) Pasal 135A, UU 10 tahun 2016," kata Budiono kepada harianmomentum.com melalui sambungan telepon, belum lama ini.

Selanjutnya, pada (9) UU tersebut ditegaskan bahwa putusan MA bersifat final dan mengikat. "Ini adalah upaya hukum terakhir dalam regulasinya. Karena setelah ini, siapa pun yang menang, maka yang kalah tidak dapat untuk menempuh upaya hukum lanjutan," jelasnya.

Lantas bagaimana jika gugatan Eva-Deh ditolak oleh MA? Menurut Budiono tindak lanjutnya tidak diatur secara spesifik dalam regulasi. 

Tapi, KPU memiliki dua opsi. Pertama menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU). Kedua, pemilik suara kedua terbanyak setelah paslonkada 03 yang akan menjadi pemenang di Pilkada Kota Bandarlampung tahun 2020.

"Sebenarnya yang paling tepat adalah PSU. Sebab dalam perkara ini, jika MA menguatkan putusan Bawaslu Lampung, artinya ada dua paslonkada yang dirugikan akibat pelanggaran administratif TSM (tersetruktur, sistematis, dan massif). 

Lain hal jika ada satu paslonkada yang dirugikan. Otomatis dia yang naik," jelas Budiono. 

Menurut Budiono, tidak ada regulasi yang secara pasti menerangkan terkait persoalan hukum yang kini terjadi, pasca Pilkada Bandarlampung. 

"Maka sekarang bolanya ada di KPU. Apakah KPU memutuskan PSU, atau seperti apa," ucapnya.

Akademisi Unila lainnya, Handi Mulyaningsih berpendapat lain. Menurut dia, jika MA menolak gugatan Eva-Deh, maka peraih suara terbanyak kedua (Yusuf Kohar-Tulus Purnomo, red) yang akan keluar sebagai pemenang. 

"Menurut saya tidak akan ada PSU. Tidak ada regulasi PSU, karena calon didiskualifikasi," jelas Handi, mantan Komisioner KPU Provinsi Lampung itu.

Meski demikian, Handi berharap semua pihak bisa bersabar, menunggu keputusan MA yang merupakan final dari regulasi saat ini.

"Sepertinya mereka akan banding ya. Kita tunggu prosesnya dulu ya. Kita juga, masyarakat, jangan curi start. Para pasangan yang ikut kontestasi itu orang-orang hebat, aset Lampung. Jadi harus dijaga. Ketika ada yang menang dan kalah sekalipun, kita menghormatinya," jelasnya.

Sebelumnya, KPU Kota Bandarlampung telah membatalkan Eva Dwiana - Deddy Amrullah sebagai paslonkada.

Hal itu tertuang dalam surat bernomor 007/HK.03.1-KPT/1871/KPU-Kot/I/2021 tentang pembatalan calon peserta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Bandarlampung tahun 2020.

Surat yang ditandatangani Ketua KPU Kota Bandarlampung, Dedy Triadi, tertanggal 8 Januari 2021 itu disahkan berdasarkan hasil rapat pleno yang dihadiri lima komisioner KPU kota setempat, Jumat malam (8-1-2021).

Ketua KPU Kota Bandarlampung Dedy Triadi menjelaskan, sebelum memutuskan untuk membatalkan paslonkada 03, pihaknya telah terlebih dahulu berkomunikasi dengan KPU provinsi dan pusat. 

"Kami juga sudah berkirim surat dengan KPU RI, dan hari ini kami sudah menerima balasan surat dari KPU RI," kata Dedy saat konferensi pers di ruang rapat Kantor KPU setempat.

Menurut Dedy, berdasarkan regulasi yang tertuang dalam Undang-undang (UU) nomor 10 tahun 2016 pasal 135a, ayat 4, bahwa putusan Bawaslu wajib ditindaklanjuti. 

"Dalam putusan ini kan ada tiga putusan Bawaslu, poin ketiganya memerintahkan KPU Kota membatalkannya," jelasnya. 

Maka, sambung Dedy, dalam pleno lima komisioner sudah sepakat, menjalankan amanah UU nomor 10/2016. "Kami memutuskan, menindaklanjuti untuk membatalkan paslonkada nomor 03," tegasnya.

Meski KPU telah membatalkan paslonkada 03, namun kata Dedy, para pihak masih bisa melakukan upaya hukum, mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA) paling lama tiga hari (hari kerja). 

"Ini hari pertama. Jadi hari kedua Senin dan Selasa hari ketiganya," jelasnya.

Sementara, Juendi Leksa Utama, salah satu anggota tim advokasi Eva-Deh mengatakan segera berangkat ke Jakarta untuk mempersiapkan upaya hukum di MA.

“Besok kami akan berangkat ke Jakarta untuk mempersiapkan materi gugatan di MA,” jelas Juendi, Minggu malam (10-1).

Menurutnya, mereka akan pergunakan saluran hukum yang ada, untuk mencapai kepastian hukum bagi kliennya. "Hukum memberikan waktu kepada kita tiga hari dalam mengajukan upaya hukum ke MA," ujarnya.

Tim Eva-Deh meminta warga Bandarlampung untuk tetap tenang, hingga ada kepastian hukum dengan menunggu keputusan MA.

"Bandarlampung harus tetap kondusif, jaga persatuan dan kesatuan. Saat ini kita masih bertarung di ring selanjutnya. Suara rakyat akan tetap kita perjuangkan," tutupnya.(**)

Laporan: Agung Chandra Widi

Editor: Andi Panjaitan






Editor: Harian Momentum





Leave a Comment

Tags Berita

Featured Videos