MOMENTUM, Bandarlampung--Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin menyatakan segera membawa hasil diskusi yang digelar FKPPIB ke Rapat Paripurna DPD RI untuk dibentuk Panitia Khusus (Pansus) Minyak Goreng.
Diskusi bertema “Minyak Goreng Langka, Bongkar Mafia CPO” oleh anak-anak karyawan BUMN ini berlangsung, Sabtu (26-2-2022). Pada konklusi, mereka merekomendasikan DPD dan DPRD Lampung untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Minyak Goreng.
Dua narasumber yang hadir yakni Senator DPD RI Bustami Zainudin dan Ketua PWI Wirahadikusumah. Sedangkan Ketua Komisi I DPRD Lampung Yosi Rizal berhalangan hadir pada diskusi yang dihadiri belasan wartawan dan mahasiswa ini.
Para jurnalis antusias memburu informasi ketika dua peserta diskusi yang merupakan praktisi ekspor-impor CPO hadir memberi testimoni. Riksan, seorang pengusaha minyak goreng mengatakan, stok minyak goreng di Lampung tidak langka, tetapi produsen mengurangi produksi. Harga yang sedang tinggi menjadi penyebab produsen memilih mengekspor CPO (crude palm oil, bahan baku minyak goreng).
“Kalau prosesnya normal, seharusnya tidak ada kelangkaan minyak goreng karena bahan baku melimpah. Karena harga CPO bagus, pengusaha milih ekspor. Produksi minyak goreng seperlunya saja, yang penting memenuhi kuota 20 persen,” kata dia.
Riksan tertarik hadir pada diskusi ini karena ada upaya membongkar mafia CPO. Menurut dia, ada permainan kotor pada proses administrasi pengurusan ekspor CPO di Lampung yang selama ini berlangsung. Praktek patgulipat itu dilakukan eksportir dengan mengelabui petugas Bea Cukai dengan mengatakan barang yang dieskpor berupa limbah CPO (fome).
“Kalau kita bilang itu CPO, kan pajaknya besar banget. Makanya mereka “merusak” CPO itu menjadi fome yang pada dokumen masuk kategori limbah. Dengan begitu, pajak ekspornya jadi nol,” kata dia.
Fenomena lain disampaikan Hendri, salah seorang praktisi perpajakan yang biasa mengurus dokumen pelayaran ekspor-impor. Ia mengaku curiga mengetahui ada ekspor minyak jelantah puluhan ribu ton dari Lampung secara berkala oleh pengusaha. Padahal, limbah minyak goreng dari restoran dan rumah tangga di Lampung tidak seberapa banyak.
“Kita tahulah, berapa jumlah rumah makan kayak McD, KFC, atau lainnya. Bahkan kalau yang kecil-kecil, minyaknya dipakai sampai kering. Tapi, kok ada ekspor jelantah ribuan ton. Ini indikasi sangat kuat ada permainan dokumen CPO ditulis jelantah,” kata dia.
Mendapati klu-klu yang sangat meyakinkan, Bustami Zainudin berjanji segera melakukan langkah-langkah strategis untuk membongkar mafia CPO. Ia menduga, kelangkaan minyak yang terjadi di Lampung dan beberapa provinsi di Indonesia adalah permainan para pengusaha CPO yang tidak memiliki nasionalisme.
“Informasi ini segera saya tindaklanjuti. Hasil diskusi FKPPIB ini akan saya bawa ke Paripurna DPD pada 15 Maret nanti dan saya akan usulkan untuk dibentuk Pansus. Ini masalah krusial yang preseden buruk bangsa Indonesia. Ini miris banget seperti ayam mati di lumbung padi,” kata Senator yang baru saja meraih gelar Doktor di Universitas Mercu Buana ini.
Di luar permainan bisnis kartel minyak goreng, Bustami juga mengingatkan kepada setiap warga bangsa untuk tidak terlalu menggantungkan semua urusan kepada negara. Dalam menyikapi kelangkaan minyak goreng, ia mengajak warga untuk mengambil inisiatif lain yang lebih elegan ketimbang antre yang berisiko.
“Menggantungkan semua urusan, apalagi soal bahan makanan pokok menjadi sangat berbahaya. Sebab, tidak selamanya kondisi politik ekonomi selalu normal. Oleh karena itu, kita juga harus punya opsi lain. Misalnya, bikin sendiri minyak makan dari kelapa. Atau, pasti ada teknologi sederhana bikin minyak dari sawit,” kata dia.
Sementara itu, Wirahadikusumah dalam paparannya menyatakan, dalam konteks kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng di Lampung dan di Indonesia, negara telah gagal. Ia mencatat, Indonesia saat ini adalah produsen CPO terbesar di dunia. Sedangkan Lampung menjadi provinsi penghasil CPO terbesar ke empat di Indonesia.
“Kita wajib mempertanyakan bagaimana negara mengatur dan mengendalikan tata niaga minyak goreng dalam negeri. Kalau yang langka itu kedelai sebagai bahan baku tempe-tahu, kita maklum karena barangnya ada di Amerika. Nah, minyak goreng, CPO berlimpah dan pabrik juga banyak. Kok bisa langka, ini aneh,” kata Ketua PWI Provinsi termuda se Indonesia ini.
Dalam konteks itu, ia sebagai pemilik media dan ketua organisasi wartawan akan mengawal masalah yang ganjil ini. Ia berterima kasih kepada setiap informasi terpercaya yang bisa mengurai yang kemudian menjadi solusi bagi para pengambil kebijakan negara. (**)
Editor: Agus Setyawan