MOMENTUM, Bandarlampung--Pandemi Covid-19 tidak hanya dimanfaatkan kelompok oposisi untuk menekan Pemerintah, tetapi juga oleh kelompok kepentingan seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan berbagai organ underbouw dibawahnya seperti Gema Pembebasan.
Padahal, HTI sendiri telah dibubarkan Pemerintahan Presiden Jokowi melalui Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakat. Meskipun demikian, para anggota HTI masih terus mengadakan kegiatan, dakwah, bahkan menyebarkan gagasan mereka mengenai ideologi Khilafah untuk mengganti Pancasila di berbagai media sosial.
Ketika tulisan ini dibuat, saya mendapati setidaknya terdapat 3 (tiga) situs berita yang rutin memuat tulisan-tulisan mengenai kegagalan Pemerintah mengatasi pandemi Covid-19 serta menyuarakan perlunya penerapan syariat Islam/Islam Kaffah/penerapan Khilafah sebagai solusinya.
Saya kira tidak perlu diungkap disini apa saja situs tersebut karena hanya akan menambah traffic dan memberikan keuntungan finansial bagi mereka (namun jika pembaca berminat mengetahuinya, silahkan kontak redaksi). Secara khusus, langkah yang lebih konkret bagi saya adalah melaporkan situs tersebut kepada pihak berwajib sehingga pengelola situs akan diperingatkan sehingga tidak lagi menampilkan tulisan-tulisan yang pro Khilafah.
Tiga situs tersebut sejatinya adalah situs berita daring (online) lingkup provinsi, yang aktif mewartakan berita kepada masyarakat lokal. Dalam kaitannya dengan tulisan-tulisan pro Khilafah, ketiga situs tersebut memiliki kesamaan yaitu tulisan tersebut di-posting di kanal “Opini”. Salah satu situs bahkan memberikan disclaimer bahwa “Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi”. Bagi saya, ini bukanlah disclaimer melainkan upaya cuci tangan redaksi jika sewaktu-waktu tulisan tersebut dipermasalahkan pihak berwajib. Bukankah sudah menjadi kewajiban redaksi untuk menyeleksi tulisan yang akan di-posting di situs tersebut?
Di luar ketiga situs tersebut, terdapat juga beberapa situs berita daring lainnya yang memuat tulisan-tulisan pro Khilafah meskipun tidak secara rutin. Tulisan tersebut juga nyaris selalu dibagikan di media sosial seperti Facebook, Twitter, dan lainnya, sehingga dapat dibaca oleh orang banyak. Pada sisi lain di media sosial Twitter, terdapat beberapa tagar (hashtag) pro Khilafah yang terus didengungkan oleh para aktivis HTI, misalnya #khilafahjanjiallah, #RamadhanTerakhirTanpaKhilafah, dan #khilafahsolusihakiki. Sejumlah kicauan yang didalamnya terdapat tagar tersebut juga memiliki kesamaan yaitu, mengkritik Pemerintah karena dinilai gagal mengatasi pandemic Covid-19, mengkritik paham sekularisme, mengkritik sistem ekonomi kapitalisme, mengkritik demokrasi dan Pancasila, serta menyuarakan perlunya umat kembali kepada sistem Khilafah.
Pada titik ini, dapat terlihat bahwa pemuatan tulisan oleh para anggota HTI sekaligus viralisasi tagar di media sosial Twitter dilakukan secara sistematis. Tujuannya tentu saja agar netizen atau pembaca media daring tertarik untuk meng-klik tautan (link) berita tersebut sehingga membaca tulisan tersebut dan terpengaruh oleh gagasan-gagasan pro Khilafah. Dengan demikian, para anggota HTI tersebut akan semakin banyak mendapatkan dukungan serta pengikut untuk semakin meluaskan jaringan mereka
Menghadapi upaya sistematis dari para anggota HTI tersebut, diperlukan upaya sistematis dan terstruktur lainnya oleh para pegiat kebangsaan dan para aktivis Islam Nusantara agar perlawanan tersebut dapat tepat sasaran. Bagi para aktivis kebangsaan, misalnya, dapat memperbanyak narasi-narasi tulisan yang menjelaskan bahwa Pemerintah saat ini sedang bekerja keras untuk mengatasi pandemi Covid-19, dan relevansi/pentingnya Demokrasi Pancasila untuk menghadapi pandemi tersebut. Sementara bagi aktivis Islam Nusantara, agar dapat menggaungkan kembali narasi dan wacana Islam Nusantara sebagai counter dari Khilafah sehingga masyarakat mendapat penjelasan utuh mengenai bahaya Khilafah dan penerapan Islam Nusantara sebagai solusi menghadapi permasalahan umat terkait pandemi Covid-19 saat ini.
Pada tataran struktural, Divisi Siber Polri dan Kemkominfo juga harus bekerja sama untuk terus memperingatkan para pengelola media daring agar tidak memuat tulisan-tulisan pro Khilafah, karena tujuan mereka adalah untuk mengganti ideologi Pancasila yang bagi Bangsa Indonesia sudah final. Kolaborasi dari para aktivis dan Pemerintah dalam memerangi narasi-narasi pro Khilafah akan membebaskan media daring dan media sosial kita dari upaya-upaya negatif para anggota HTI untuk memecah belah persatuan Bangsa Indonesia.(**)
Oleh: Fikri Syariati, penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial Politik.
Editor: Harian Momentum