MOMENTUM-- Apa kabar seluruh saudaraku di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Sumatera Utara?
Semoga dalam keadaan sehat dan senantiasa mendapat lindungan Allah SWT.
Perkenalkan, namaku Andi S Panjaitan. Kelahiran Desa Sidua- Dua, Kecamatan Kualuh Selatan, 33 tahun silam. Tepatnya 12 Mei tahun 1986.
Saat usia menginjak tahun ketiga, aku diboyong kedua orang tua pindah ke Lingkungan II Palang, Kelurahan Guntingsaga.
Di tempat itulah penulis dibesarkan. Hingga akhirnya berhasil menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 2004.
Sebulan kemudian, aku berangkat ke Lampung. Provinsi di ujung Pulau Sumatera. Hingga sekarang, menetap dan menjadi warga di Kota Bandarlampung.
Bagi kerabat dan orang yang mengenalku, tentu sudah tahu sejarahnya kenapa awak bisa hijrah dari kampung halaman.
Meninggalkan kedua orang tua, sahabat, dan orang- orang yang dicintai di masa itu tentu bukanlah hal mudah.
Seandainya waktu bisa diputar kembali, tentu penulis akan memilih tinggal dan menetap disana. Bersama masyarakat untuk membangun kampung tercinta.
Sayang, dalam kondisi saat ini hal itu sulit untuk direalisasikan.
Kembali soal hijrah. Cerita lama itu dimulai saat aku dan sejumlah remaja seusia (kala itu) mulai terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika dan obat- obatan terlarang (narkoba).
Bayangkan. Saat masih mengenyam pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) aku bukan saja menjadi pemakai ganja. Tetapi sudah menjadi penjual (pengedar) "daun surga" asal Provinsi Aceh itu.
Hampir seluruh remaja seusiaku sudah menjadi pecandu berat. Bahkan kami sering melakukan tindakan kriminalitas demi mendapatkan uang untuk membeli barang haram itu.
Aksi kriminal yang dilakukan pun tak terhitung. Mulai pencurian sawit milik perusahaan perkebunan hingga akhirnya naik kelas menjadi "Bajing Loncat."
Tentu sudah menjadi rahasia umum kala itu. Anak Gunting tidak akan diakui "kehebatannya" jika belum pernah menjadi seorang Bajing Loncat.
Untuk kelas pemula (amatir) cukup beraksi di sekitaran rel kereta api (Palang). Kalau sudah mahir, wilayah jarahannya tentu semakin jauh. Tak terbatas.
Budaya konyol itu terus menurun mulai dari generasi sebelum hingga sesudahku. Tapi sekarang, setelah belasan tahun berlalu, bajing loncat tak lagi diminati.
Alhamdulillah. Akhirnya aksi bejat di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) yang kami lakukan selama puluhan tahun itu bisa berakhir.
Aku terharu. Bangga. Image buruk yang selama ini melekat kepada kami warga Guntingsaga, bisa lepas dengan sendirinya.
"Jangan sonang dulu yak. Bajing loncat memang sudah lama hilang disini, tapi berganti jadi tukang peras sopir di jalanan. Pungli merajalela, kejahatan semakin gila. Bahkan tabung gas di dalam rumah pun bisa hilang dalam sekejap mata," ujar sahabat dalam sambungan telepon kepadaku.
Seketika aku terdiam. Bingung harus berkata apa.
Usai santap sahur, kucoba berpikir untuk merangkai kata. Besar harapan, tulisan ini bisa bermanfaat dan menjadi renungan bagi seluruh handai tolan di kampung tercinta.
Terutama, bagi para bakal calon bupati (Cabup) yang sebentar lagi bertarung dalam konstelasi politik disana.
Bagi kakanda Dwi Prantara, Ali Tambunan, Ahmad Rizal Munthe, Hendriyanto dan Kapten Darno.
Saat ini (mungkin) kalian adalah putra- putra terbaik Labura yang berniat maju untuk merubah nasib ratusan ribu rakyat.
Silahkan berkompetisi dengan baik. Siapapun nanti yang berhasil merebut hati rakyat dan resmi menduduki kursi BK 1 J, harus mampu mengemban amanah rakyat.
Sebagai putra kelahiran Labura yang tinggal di perantauan, adinda sangat berharap agar kelak, lapangan pekerjaan dibuka sebanyak- banyaknya.
Sehingga ke depan, tak ada lagi para bajing loncat dan pemeras sopir jalanan yang berkeliaran disana.
Ciptakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Bila perlu bangun pabrik sawit. Agar harga tandan buah segar (TBS) milik para petani bisa dikendalikan pemerintah daerah setempat. Tidak lagi dikuasai dan berpatokan oleh asing, seperti saat ini.
Ingat, mayoritas rakyat yang akan kalian pimpin nanti adalah petani sawit. Mereka sangat menaruh harapan besar di pundak kalian.
Satu lagi, mohon diberantas peredaran dan penyalahgunaan narkoba hingga keakar- akarnya. Agar tidak ada lagi remaja yang terpaksa berjauhan dengan orang tuanya seperti saya.
Labura jangan pernah berharap memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, jika generasi penerus tidak segera dilindungi dari bahaya dan ancaman narkoba.
Salam rindu dari perantauan. Anak Kualuh Tahan Barondam. (**)
Editor: Harian Momentum