MOMENTUM, Bandarlampung--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memantau realisasi penggunaan anggaran penanganan pandemi Covid-19 termasuk penyaluran bantuan sosial (bansos).
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara (Jubir) Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding, pemantauan dilakukan tim yang dibentuk di Kedeputian Pencegahan yang bekerjasama dengan gugus tugas di tingkat pusat maupun daerah, termasuk Lampung.
Maryati menyebutkan, KPK menerima 40 laporan terkait penyaluran bansos pada masa pandemi di Lampung. "Per 7 Agustus 2020, KPK menerima 40 laporan di 11 pemda di Provinsi Lampung," ujar Ipi, Minggu (16-8-2020).
Menurut Ipi, dari laporan itu, delapan laporan telah selesai ditindaklanjuti oleh pemda dan 16 laporan sudah diteruskan KPK kepada pemda.
"Saat ini sejumlah laporan dalam proses tindak lanjut, 16 laporan masih dalam proses konfirmasi untuk kelengkapan informasi dan data dari pelapor," kata Ipi.
Dia melanjutkan, keluhan yang paling banyak disampaikan pelapor kepada pemda di Lampung adalah tidak menerima bansos padahal sudah mendaftar yakni sebanyak 12 laporan.
Dikatakan Ipi, dari kajian KPK terkait kebijakan bansos kementerian atau lembaga pada 2012 telah ditemukan empat permasalahan terkait proses pemberian bansos.
"Yakni ketidaktepatan targeting penerima, tidak optimalnya koordinasi dan regulasi antar institusi pengelola bantuan, keterlambatan dan penyalahgunaan penyaluran bantuan, serta masih minimnya pertanggungjawaban dan pendampingan," jelasnya.
Dalam perjalanannya, lanjut Ipi, bentuk bansos yang diberikan mengalami transformasi bentuk bantuan, targeting, model pendistribusian hingga evaluasi. Namun, persoalan yang menghambat proses pemberian bansos masih sama.
"Karenanya, dalam kondisi pandemi saat ini KPK masih menaruh perhatian serius dalam pengelolaan bansos yang menjadi bagian dari program Jaring Pengaman Sosial. KPK juga telah melakukan mitigasi risiko potensi korupsi dalam pengelolaan bansos," imbuhnya.
Disebutkan, mitigasi resiko yang dimaksudkan adalah data fiktif dan tidak memenuhi syarat, benturan kepentingan dari para pelaksana di pemerintah, baik pusat maupun daerah, pemerasan oleh pelaksana kepada warga penerima, sehingga warga tidak menerima bansos.
Kemudian timbulnya potensi gratifikasi atau penyuapan dalam pemilihan penyedia tertentu untuk penyaluran bansos dan penggelapan bantuan.
Ipi menambahkan, menjelang pilkada serentak, KPK juga turut mengawasi potensi benturan kepentingan dari kepala daerah petahana yang memanfaatkan bansos untuk perolehan simpati warga demi kepentingan politik praktis.
"KPK khususnya dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan monitor, akan terus mengawal implementasi program dan kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19," tuturnya.
Terkait pamanfaatan dana anggaran, KPK memberikan rekomendasi agar potensi penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan di luar penanganan Covid-19 atau belanja di luar perencanaan dan kebutuhan, dapat dihindari.
"KPK juga memberikan pendampingan dan pendapat terkait kendala teknis yang dihadapi gugus tugas. Salah satu lingkupnya adalah terkait proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) termasuk pengadaan APD. Misalnya, pada masa darurat periode April – Juni, saat barang langka di pasaran dan harga telah jauh berbeda dari kondisi normal, KPK mengingatkan untuk tetap berpedoman pada prinsip-prinsip PBJ yang transparan, akuntabel dan harga terbaik sesuai peraturan," paparnya.
Menurut Ipi, potensi korupsi dapat terjadi karena minimnya transparansi dan akuntabilitas.
Melalui tiga surat edaran, KPK mengimbau pemerintah, baik pusat maupun daerah agar transparan dengan mempublikasikan kepada masyarakat terkait realokasi dan penggunaan anggaran dalam penanganan Covid-19, penyelenggaraan bantuan sosial (bansos), pengadaan barang dan jasa, hingga pengelolaan hibah dari masyarakat, katanya. (*).
Laporan: Irawidya.
Editor: M Furqon.
Editor: Harian Momentum