MOMENTUM, Bandarlampung--Sejarah kemerdekaan Indonesia tak
lepas dari peran serta mahasiswa. Sebagai aktivis kampus, mahasiswa harus punya
idealisme yang baik.
Mereka juga harus mampu menyuarakan apa yang menurut mereka
benar, dan apa yang menurut mereka salah di hadapan publik tanpa keragu-raguan.
Sehingga, seorang mahasiswa yang terhimpun dalam organisasi
kampus benar-benar mampu menjadi agent of change (agen perubahan), dan mampu
berkontribusi aktif dalam membangun peradaban di wilayahnya masing-masing.
Begitulah benang merah yang disampaikan politisi asal
Partai Gerindra Provinsi Lampung, I Made Suarjaya (IMS).
Hal itu disampaikannya saat diwawancarai harianmomentum.com
usai menerima kunjungan dari Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Perhimpunan Mahasiswa Hindu (Permadu) Kampus IIB Darmajaya di
kediamannya, Kabupaten Lampung Tengah, Minggu (4-4-2021).
IMS yang juga Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Provinsi Lampung itu menuturkan, dalam pertemuan itu terjadi tanya jawab yang
cukup menarik.
“Mereka bertanya banyak hal, seperti bagimana caranya untuk
menjadi anggota dewan. Karena menutur mereka sepertinya enak. Kata saya harus
nyalon. Tapi kalau mau pintar nulis berita, ya jadi wartawan,” kata IMS.
IMS sengaja menyempatkan waktunya untuk menerima kunjungan
para aktivis kampus itu. Dia mengaku senang, bisa bertukar pendapat dengan para
mahasiswa.
“Mereka habis diklat manajemen organisasi (MO). Kita tidak
hadir langsung, tapi banyak memberi masukan pada mereka,” ucapnya.
Masukan tersebut diantaranya, jangan sampai sikap kritisme
aktivis mahasiswa hilang, walau dalam kondisi pandemi.
“Kuliah mereka banyak daring (dalam jaringan). Tapi isu-isu
yang memicu daya kritis mereka tetap harus bisa disalurkan, meski dalam keterbatasan
ruang gerak,” jelasnya.
Untuk itu, IMS mendorong para mahasiswa untuk terus
melajar. Bukan hanya secara formal, namun juga dalam lingkup keorganisasian
kampus sebagai wadah menempa diri.
“Berorganisasi itu harus tuntas. Ketika berorganisasi, label
mereka aktivis. Sebagai aktivis harus mengerti kondisi daerah. Daya fikir
mereka yang kritis itu harus bisa meyuarakan apa yang dipandang baik dan tidak
baik,” terangnya.
Untuk menyampaikan pendapat, sambung IMS, seorang aktivis mahasiswa
jangan berfikir salah-bener terhadap apa yang mereka sampaikan.
“Sampaikan dulu pendapatnya, sesuai apa yang mereka pahami dan
apa yang mereka pelajari. Bicara salah benarnya itu nanti, agar mereka tidak
ragu menyampaikan pendapat. Kalau menimbang-nimbang malah akan timbul keraguan,”
kata dia.
Meski demikian, IMS mendorong mahasiswa untuk terus mengikuti
perkembangan, dan terus belajar menggali ilmu pengetahuan.
“Teruslah memformulasikan diri untuk dapat menyalurkan daya
kritis, sebab mahasiswa itu harus mampu menjadi agent of change,” ungkapnya.(**)
Laporan/Editor: Agung Chandra Widi
Editor: Harian Momentum