MOMENTUM, Bandarlampung--Presiden Joko Widodo telah melantik 34 menteri dan empat pejabat tinggi setingkat menteri. Dari 34 menteri tersebut, terdapat 18 menteri atau 52,9 persen yang berasal dari partai, lebih tinggi dibandingkan rencana awal sebesar 45 persen. Para menteri dilantik melalui Keputusan Presiden Nomor 113/P/2019 tentang Pembentukan Kementerian Negara dan Pengangkatan Menteri Negara. Jaksa Agung diangkat berdasarkan Keppres No. 114/P/2019. Sekretaris Kabinet Pramono Anung diangkat melalui Keppres Nomor 115 P/2019. Pengangkatan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko berdasarkan Keppres Nomor 116/P/2019. Sementara, pengangkatan Kepala BKPM yang baru, Bahlil Lahadalia dilakukan berdasarkan Keppres 117/P/2019.
Menurut data yang dihimpun idnfinancials.com, sebanyak ada 17 posisi dalam kabinet yang diisi oleh pejabat atau anggota partai politik. Sementara itu ada 1 pejabat yang memang tidak masuk dalam keanggotaan partai, yaitu Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Namun Effendy punya rekam jejak politik di salah satu organisasi masyarakat, yang ikut menyumbang kader untuk sejumlah partai. Di sisi lain, Jokowi hanya melibatkan 15 orang atau 39,5% yang berasal dari kalangan profesional, untuk mengisi jabatan di kabinetnya. Selain itu, presiden periode ke-8 ini juga memilih 4 orang eksmiliter dan 1 orang dari kepolisian untuk mengisi jabatan di kabinetnya.
Para menteri yang sudah dilantik Jokowi jelas memiliki pekerjaan yang tidak mudah, karena harus mempersiapkan “landasan pacu” yang kokoh dan kuat untuk mewujudkan harapan Presiden sekaligus keinginan rakyat Indonesia yaitu mewujudkan fondasi cita-cita ekonomi Indonesia di 2045 yaitu pendapatan per kapita senilai Rp320 juta per tahun dengan PDB nominal mencapai 7 triliun dolar AS dan tingkat kemiskinan hampir nol persen.
Tampaknya, pilihan Presiden Joko Widodo terhadap para menterinya dipandang “tepat” oleh kalangan pelaku bisnis atau pasar baik di dalam dan diluar negeri, hal ini dengan indikasi kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,52% ke level 6.257,81 pada perdaganagn hari ini, setelah pagi tadi Presiden Joko Widodo resmi melantik menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju. investor asing masih membukukan aksi beli bersih (net buy) dengan nilai mencapai Rp 673,9 miliar, melansir data RTI Analytics.
Fakta berikutnya adalah nilai tukar rupiah menguat ke posisi Rp 14.031 per dolar AS. Penguatan rupiah antara lain ditopang kepastian jajaran kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di periode kedua. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) juga menempatkan rupiah menguat 7 poin dari posisi kemarin Rp 14.058 per dolar AS ke posisi Rp 14.051 per dolar AS.
Mengutip Bloomberg. mayoritas mata uang Asia sejak pagi juga turut menguat terhadap mata uang US $ seperti Yen Jepang naik 0,10%, dolar Hongkong satu poin, peso Filipina 0,39%, rupee India 0,05%, yuan Tiongkok 0,04%, dan ringgit Malaysia 0,02%. Meski begitu, beberapa mata uang Asia seperti dolar Singapura sebesar 0,03%, dolar Taiwan 0,08%, won Korea Selatan 0,21%, dan baht Thailand 0,03% terlihat melemah.
Sementara itu, akun Twitter resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, rupiah sepanjang tahun ini telah menguat 2,49%. Angka ini lebih baik dibandingkan Tiongkok, Malaysia, dan Vietnam.
Kehadiran Erick sebagai orang nomor satu di Kementerian BUMN berdampak langsung pada BUMN di pasar saham. Melansir RTI, saham-saham seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) naik Rp100 atau sebesar 5% menjadi RP2.100. Kemudian Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) naik Rp90 atau sebesar 4,02% menjadi Rp2.330.
Selain itu, saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga naik Rp90 atau sebesar 3,81% menjadi Rp2.450. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk naik Rp250 atau sebesar 3,66% menjadi Rp7.075. Saham PT Bank Mandiri Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga mengalami peningkatan Rp225 ata 3,07% menjadi Rp7.550. Saham Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga meningkat Rp25 atau 2,69% menjadi Rp955.
Manajemen perubahan
Sosok Presiden Joko Widodo harus dipahami oleh kalangan menterinya, termasuk pasar adalah sosok yang terus menerus menerapkan manajemen perubahan (change management), sehingga Presiden Jokowi selalu menekankan kepada kalangan birokrasi agar tidak bekerja secara linear, namun terus menerus melakukan aktifitas managemen strategis dan manajemen perubahan. Hal ini jelas menunjukkan Jokowi adalah sosok yang mengenal dengan baik konsep-konsep seperti engagement partisipative leadership, entepreneurship leadership, competitive bureaucracy strategy dan lain-lain.
Pilihan para menteri oleh Presiden Jokowi dilakukan setelah mendapatkan masukan dari berbagai kalangan, termasuk outcome dari mendiagnosa permasalahan yang dihadapi pemerintahan dalam kurun waktu 2014 s.d 2019. Mengutip pendapat Coulson Collin (2002), manajemen perubahan dilakukan melalui tahap-tahap mendiagnosa permasalahan, merumuskan kembali desain organisasi sehingga wajar jika Jokowi menginginkan adanya perampingan eselonisasi (hanya eselon 1 dan 2 saja), transformasi organisasi dan pembelajaran terus menerus (learning by doing), dimana penilaian keberhasilan kalangan menteri akan dilakukan melalui diagram Delta Matrix yang terdiri dari 9 komponen penting yaitu purpose, people, process, scope, schedule, support, strategy, structure dan system.
Sejauh ini, belum ada “negative echoes” terkait dengan pelantikan Presiden dan kalangan menterinya, dan diharapkan kabinet maju ini akan solid dan tidak mengalami “political turbulence” sampai tahun 2024, karena jelas Presiden Jokowi ingin dicatat sebagai “sosok Presiden yang berhasil” oleh sejarah bangsa ini. Mungkin reshuffle kabinet akan menjadi solusi terakhir penggantian para menteri jika kurang berhasil menerapkan manajemen strategis ataupun manajemen perubahan dalam birokrasinya. Hambatan, gangguan dan ancaman terhadap Indonesia juga masih ada, karena kecenderungan terjadinya resesi global pada tahun 2020 masih tetap menganga, apalagi current account deficit kita masih belum terselesaikan, dan kita harus optimis dapat mengatasinya, karena stabilitas politik tampaknya tidak perlu dipertanyakan karena sudah semakin solid dengan gambaran pembentukan kabinet maju ini. Sudah waktunya kita memajukan bangsa dengan mengedepankan terpenuhinya kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi dan golongan. Semoga.(**)
Oleh : Toni Ervianto. Penulis adalah pemerhati masalah strategis Indonesia. Alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia (UI).
Editor: Harian Momentum