MOMENTUM, Bandarlampung--Pasangan calon
kepala daerah (paslonkada) Kota Metro nomor urut 01 Wahdi-Qomaru (WaRu) hampir
dipastikan memenangkan pesta demokrasi di kota setempat.
WaRu yang merupakan calon independen
(caden), mendapat dukungan 28.294 suara.
Sementara tiga paslonkada lainnya yang maju melalui jalur partai politik
(parpol) membuntuti di belakangnya.
Paslonkada nomor urut 04, Anna Morinda-Fritz Ahmad
Nuzir memperoleh 27.022 suara, 03 Ampian Bustami-Rudi Santoso 22.819 suara, dan
02 Ahmad Mufti Salim-Saleh Candra 19.158 suara.
Hal itu berdasarkan informasi yang dihimpun,
berdasarkan hasil pleno PPK di lima kecamatan se-Kota Metro, Minggu
(13-12-2020).
Menurut pengamat politik sekaligus akademisi
asal Universitas Lampung (Unila), Dedy Hermawan, kemenangan caden di Kota Metro merupakan wujud
kritik masyarakat setempat terhadap parpol.
“Di tataran normal, tentu kemenangan seseorang
melalui jalur independen sebagai krtitik terhadap parpol dan ekspresi dari
kedaulatan rakyat,” kata Dedy kepada harianmomentum.com, Minggu malam (13-12).
Meskipun kemenangan caden di pilkada bukan
pertama kali di Provinsi Lampung, namun menurut Dedy, hal itu suatu prestasi.
“Dulu di Lampung Timur juga ada yang
menang melalui jalur ini. Jalur konstitutional ini sebagai alternatif kebuntuan
jalur parpol,” jelasnya.
Sebab, sambung Dedy, jalur parpol ditandai
dengan biaya yang mahal. “Para bakal calon kepala daerah yang tidak punya sumberdaya
yang banyak bisa melalui jalur independen yang tanpa mahar politik,” ucapnya.
Jalur independen dipercaya punya efek
dominan. Selain dianggap lebih murah, jalur ini pun bisa digunakan untuk
peningkatan populartitas dan elektabilitas seseorang.
“Peningkatan popularitas dan
elektabilitasnya bisa dimulai di awal, tengah, atau akhir,” sebutnya.
Namun dalam kacamata Dedy, Pilkada di
Provinsi Lampung, khususnya di Metro tak lepas dari transaksional. Sebab prakmatis
dan oportunisnya tinggai.
“Tidak hanya di Metro, se-Inddonesia
prakmatisnya tinggi. Maka banyak yang kemudian, para calon dan timsesnya
memaninkan sumberdaya di ujung tahapan. Itu yang mungkin dikenal serangan fajar
dan sebagainya,” ungkapnya.
Karena itu, kini menebar logistik atau menebar
materi menjadi pilihan. Bahkan terkadang, ada paslonkada yang jadwal
kampanyenya minim, namun bisa tiba-tiba secara luar biasa menang di pilkada
suatu daerah.
“Akhirnya bukan soal jalur parpol atau
independen dalam situasi ini, kemenangan yang hadir sebagai buah dari transaksi
materi saja antara paslonkada dengan pemilih. Saya khawatirnya di Metro juga
dalam bingkai seperti itu,” ungkapnya.(**)
Laporan/Editor: Agung Chandra W
Editor: Harian Momentum