Harianmomentum--Proyek pembangunan Rumah
Sakit Umum Daerah Bandar Negara Husada (RSUD BNH) di lahan Kotabaru, Kabupaten
Lampung Selatan diduga bermasalah.
Selain terdapat kekurangan volume, paket pekerjaan senilai Rp27.443.186.000
yang dimenangkan oleh PT Rudi Karya Langgeng (RKL) itu juga diduga tidak sesuai
dengan kontrak kerja yang tertuang dalam nomor: 292/PPK Yankes/APBD/VI 2016.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
RI Perwakilan Provinsi Lampung, terhadap laporan keuangan Pemprov Lampung Tahun
Anggaran 2016, Nomor: 27C/LHP/XVIII.BLP/5/2017.
Ada beberapa item pekerjaan yang dilakukan PT RKL tidak sesuai dengan
volume yang sudah ditentukan. Diantaranya, pemasangan rangka plafond hallow
saat finishing pada bagian utama.
Selanjutnya pemasangan plat lantai (12 cm) pada bangunan rawat inap type 1
dan pemasangan lantai granit rabat dan tangga juga diduga terdapat kekurangan
volume pekerjaan yang mengakibatkan kerugian uang negara.
“Benar, proyek itu bermasalah mas. Hanya saja, karena ada dugaan main mata
antara PPK, konsultan pengawas dengan rekanan ya jadinya adem aja,” ujar
seorang sumber di Dinkes Lampung yang mewanti- wanti namanya tidak disebutkan,
Senin (11/09/17).
Dia menambahkan, akibat banyaknya kekurangan volume pekerjaan dan dugaan
tidak sesuai spesifikasi sehingga sempat menjadi temuan BPK.
“Kan sempat jadi temuan BPK juga tuh, silahkan dicek kebenarannya mas,”
ujarnya.
Sementara Kepala Dinkes Lampung Reihana hingga kini belum berhasil
dikonfirmasi. Saat disambangi ke kantornya Senin (11/09/17), Reihana tidak ada
di tempat.
Begitupun saat wartawan menghubungi ponselnya dengan nomor 0811723xxx dan
08127973xxxx dalam keadaan tidak aktif.
Sementara, Akademisi Hukum dari Universitas Lampung (Unila) Yusdianto
meminta Dinkes untuk transparan dalam setiap penyelengggaran proyek pembangunan
ataupun pengadaan yang bersumber dari APBD maupun APBN.
Terlebih, adanya kekurangan volume dan kelebihan pembayaran yang nilainya
mencapai ratusan juta rupiah, sebagai bukti bahwa fungsi pengawasan di Dinkes
kurang berjalan optimal.
“Jika terjadi kelebihan pembayaran, Dinkes harus meminta kepada rekanan
untuk mengembalikannya kepada kas negara,” ujar Yusdianto kepada Harianmomentum
saat dihubungi via telpon, Senin (11/09/17).
Atas dasar itu, Yusdianto meminta Kepala Dinkes mengevaluasi kinerja
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) maupun Pejabat Pelaksana Tekhnis Kegiatan (PPTK)
yang mengawasi setiap proyek pengadaan dan pembangunan.
“Sehingga kedepannya, tidak adalagi kesalahan-kesalahan dalam setiap proyek
pengadaan dan pembangunan yang diselenggarakan oleh Dinkes,” ucapnya.
Selain itu, Dinkes juga diminta untuk bersikap transfaran dalam mengawal
setiap proyek pengadaan dan pembangunan.
“Berartikan perlu dipertanyakan, sebenarnya ada apa di instansi tersebut,
sehingga setiap proyek pengadaan dan pembangunan selalu bermasalah,” tuturnya.
Sebab, dugaan korupsi yang terjadi di Dinkes bukan baru kali ini terjadi.
Pada tahun anggaran 2013, pengadaan alat kesehatan (alkes) dan mobil puskesmas
keliling (Pusling) yang merugikan keuangan negara mencapai Rp2,7 miliar juga
telah memakan korban.
Dua pejabat Dinkes kini sedang mendekam di penjara akibat tersandung
korupsi dalam dua proyek itu adalah Wayan Ariyani selaku Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dan Lorensius Heri Purnomo selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (11/5), Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Effi, menjelaskan, pada tahun 2013 Dinas Kesehatan (Dinkes)
Provinis Lampung mempunyai kegiatan belanja modal pengadaan alat angkutan darat
bermotor ambulans dengan nilai anggaran sebesar Rp5,1 miliar.
“Adapun penyediaan barang terdiri dari lima unit mobil ambulan, satu unit
mobil bis radiologi, satu unit mobil bus rikoferi beserta alat kesehatan
didalamnya, satu bus oprasional untuk nilai kontrak seluruhnya senilai Rp7,2
miliar,” paparnya.
Menurut Effi, terdakwa Wayan Aryani selaku PPK angkutan darat bermotor
tahun 2013 telah menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dengan melakukan survei
harga ke CV Anugrah Karya Mandiri.
”Berdasarkan PP no.70 tahun 2012 seharusnya terdakwa Wayan Aryawati
melakukan survei atas harga mobil tersebut minimal 3 pabrik mobil yang tersebar
di beberapa lokasi,” ujarnya.
Akibatnya, kedua pejabat Dinkes itu divonis satu tahun empat bulan kurungan
penjara serta denda Rp50 juta subsider tiga bulan penjara. (adw/ap)
Editor: Harian Momentum